Sabtu, 06 Desember 2008

Pedagang Asli Papua Menanti Jawaban

Ditulis Oleh: Islami/Papos
Sabtu, 06 Desember 2008

JAYAPURA (PAPOS)- Mama-mama pedagang asli Papua, kini menanti jawaban soal kepastian mengenai tempat yang layak dan permanen untuk berjualan di tengah Kota Jayapura, namun hingga kini kepastian itu belum juga diberikan oleh pemerintah Kota Jayapura maupun Provinsi Papua.

Pemerintah dinilai tidak ada kebijakan nyata dan sistematis yang memihak, melindungi dan memberdayakan mama-mama pedagang asli Papua tersebut, baik dalam hal permodalan, keterampilan, berwirausahan dan infrastruktur pasar yang memadai.

Dalam konfrensi persnya bersama perwakilan 479 mama-mama Papua yang sering berjualan di Pasar Ampera dan Galael, Ketua Kontras Papua Harry Maturbongs SH mengatakan, tindakan pemerintah terhadap mama-mama pedagang asli Papua tersebut seakan-akan memperlihatkan tidak adanya keberpihakan terhadap orang asli Papua di bidang ekonomi, marjinalisasi dan diskriminasi terhadap orang asli Papua.

“Mama-mama Papua ini seakan-akan disengaja untuk disingkirkan dari aktivitas ekonomi perkotaan selama ini. Bahkan, mama-mama ini berkali-kali mengalami pergusuran dan dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya dengan alasan merusak pemadangan kota,” ujar Harry Maturbongs kepada wartawan dalam konfrensi pers di Keuskupan Jayapura, Jumat (5/12) kemarin.

Menurutnya, permasalahan yang dialami mama-mama pedagang asli Papua yang berjualan di Kota Jayapura ini telah disampaikan kepada pemerintah Kota Jayapura maupun Provinsi Papua.

Namum hingga kini belum ada kebijakan yang nyata dari pemerintah. Maka dari itu, dirinya berharap agar antara pemerintah Kota Jayapura dan Provinsi Papua dapat saling berkoordinasi.

Hal senada dilontarkan Laurina Monim salah satu mama yang sehari-harinya berjualan di Pasar Ampera, dimana ia bersama pedagang lainnya selama ini kesulitan mendapatkan bantuan dari pemerintah khususnya melalui bidang perbankan.

Selain tidak memiliki akses, juga tidak ada perhatian dari pemerintah.

Begitu juga dengan Juliana Douw yang sehari-hari berjualan di depan Swalayan Galael Jayapura mengatakan, dirinya bersama pedagang lainnya pernah mengambil modal usaha di Koperasi Provinsi Papua, namum pengambilan tersebut dipotong tanpa adanya penjelasan.

“Kami ajukan Rp.200.000 dan dipotong 10 persen menjadi Rp.180.000, sehingga kami tidak mengajukan pinjaman ke koperasi lagi,” ucapnya.(islami)

Tidak ada komentar: