Senin, 29 Desember 2008

Yakin, Otsus Sejahterakan Rakyat



*Kalla: Tangguh Bintuni Jadi Pusat Industri Petrokimia
SORONG- Meski pemberlakuan Otonomi khusus (Otsus), dinilai sebagian orang belum memberikan manfaat berarti bagi kesejahteraan rakyat Papua, namun Wakil Presiden Jusuf Kalla, yakin kalau Otsus akan mensejahterakan rakyat Papua.
Hal itu antara lain diungkapkan dalam sambutannya pada acara Temu Alumni dan Seminar Nasional Meretas Jalan Otonomi Khusus Menuju Papua Damai dan Sejahtera yang digelar oleh IKAMAPA (Ikatan Alumni Makassar Asal Papua).di Sorong kemarin.
Seperti diketahui dengan menggunakan pesawat khusus Senin (29/12) kemarin sekitar pukul 14.00 WIT Wakil Presiden HM Jusuf Kalla beserta rombongan tiba di Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong. Turut dalam rombongan wapres yaitu Ny. Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numbery, Menteri Pekerjaan Umum Ir Joko Kirmanto Dipl HE, Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, istri Mendagri Evi Mardianto, Istri Menteri Pertanian Rossy Apriantono.
Wapres megakui jika pemerintah telah mengalokasikan dana terbesar untuk Papua dan Papua Baru. Dikatakan, ada hal-hal pokok dalam pelaksanaan Otsus di Papua dan Papua Barat, yaitu pemerintahan dan aspek ekonomi. Semuanya ini menuju kesejahteraan. Dalam hal pemerintahan, bagaimana kuatnya otonomi itu yang paling besar adalah otonomi khusus. Ini yang membedakan otonomi di sini dengan tempat lain.
Sedangkan aspek ekonomi, kalau dihitung-hitung anggaran tertinggi adalah untuk di Papua, dimana tahun 2007 dana Otsus Rp 29 triliun, padahal penduduknya hanya 2,9 juta. Artinya dari bayi sampai orang tua dapat Rp 10 juta/tahun.
"Kalau itu dibagi-bagikan semua, maka tidak ada kelaparan, tapi kita tidak bikin jalan, pelabuhan. Makassar saja Rp 2 juta/orang/tahun, Jawa Rp 1,5 juta/orang/tahun. Sekarang kenapa belum cukup? Karena Papua wilayahnya luas, maka kita harus sama-sama menggunakan kemampuan yang ada itu untuk kesejahteraan rakyat,"tandasnya.
Kata Wapres kemakmuran itu hasil daripada nilai tambah. Kalau kita ingin berhasil, kita sama-sama mengajak masyarakat memberikan nilai tambah, karena kalau tidak ada nilai tambah, maka kesejahteraannya konstan. Karena apapun hak yang diberikan Otsus atau apapun kalau tidak ada nilai tambah, maka perubahan yang lebih baik akan lama. Kenapa infrastruktur di kawasan timur ini lambat, karena saat itu pemikirannya kalau dibangun jalan siapa yang akan lewat. Sekarang pemikirannya harus dibalik yaitu kalau tidak dibangun bagaimana saya lewat.
Tapi ia minta jangan Otsus yang hanya bicara hak bukan kewajiban. Jangan karena tidak jadi bupati lalu bikin kabupaten baru. Kalau kita bicara kewajiban dulu, maka apa yang kita cita-citakan yaitu Papua yang maju tentu dapat kita capai. Kalau Otsus ini dilaksanakan secara konsisten akan mensejahterakan rakyat.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada rakyat Papua yang menerima orang dari mana saja untuk mencari rejeki dan turut membangun di sini. Kultur masyarakat Papua adalah kultur yang paling sportif di dunia. Kalau diterapkan di sistem ekonomi maka tidak ada monopoli, karena ada aturan yang berjalan. Spirit sportivitas kalau dikombinasikan dengan nilai tambah dan ilmu pengetahuan untuk membangun daerah ini, sehingga apa yang dicita-citakan bersama ini dapat tercapai,"ujarnya.
Setelah menghadiri kegiatan Temu Alumni IKAMAPA, malam harinya sekitar pukul 20.00 WIT Wapres hadir dalam acara Resepsi Natal Kenegaraan Wakil Presiden Bersama Masyarakat Kabupaten Sorong di Gedung DPRD Kabupaten Sorong, Km 18.
Tangguh Pusat Industri Petrokimia
Pemerintah memproyeksikan Kabupaten Teluk Bintuni di Papua Barat menjadi pusat industri petrokimia. Rencana tersebut berkaitan dengan mulai berproduksinya proyek gas alam cair Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, dirinya mendapat tugas khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono guna menilai potensi mendirikan industri petrokimia di Tangguh. Selain memaksimalkan potensi gas, industri tersebut juga digunakan untuk mengantisipasi penurunan harga minyak internasional.
''Kita mencari nilai tambah dari gas di Tangguh. Kalau hanya jualan gas, ketika harga minyak turun, pendapatan (bagi hasil migas) pemerintah ikut turun,'' ujar Kalla ketika menjadi pembicara kunci di seminar tentang otonomi khusus Papua di Sorong, Papua Barat, kemarin (29/12).
Wakil Presiden Jusuf Kalla hari ini memang dijadwalkan berkunjung ke Teluk Bintuni untuk melepas kargo ekspor perdana gas alam cair Tangguh. Kalla juga dijadwalkan meresmikan pengeboran perdana lapangan minyak hasil kerja sama operasi Pertamina dan Petrochina di Kabupaten Sorong.
Proyek gas alam cair Tangguh adalah megaproyek yang dikerjakan konsorsium yang dipimpin perusahaan migas Inggris BP Plc. Dengan pengapalan perdana kargo gas hari ini, proyek senilai USD 5 miliar itu bisa memenuhi komitmen pengapalan gas kepada semua pembeli.
Sesuai kontrak, pembeli LNG dari Tangguh adalah CNOOC untuk pengiriman ke terminal Fujian sebesar 2,6 metrik ton per tahun. Pembeli lain adalah Sempra Energy LNG Corporation untuk pengiriman ke receiving terminal di Costa Azul, Mexico, seberat 3,7 metrik ton per tahun. Gas yang dikirim ke Sempra dipasarkan di Amerika Serikat dan Meksiko.
Gas alam dari Tangguh juga dikirimkan ke POSCO, K-Power, dan SK Corporation dari Korea Selatan. Pembeli yang juga telah antre adalah Tohoku Electric dari Jepang. Proyek LNG Tangguh akan mengolah gas yang berasal dari tiga ladang gas di Papua Barat. Yaitu, blok Berau, blok Muturi, dan blok Wiriagar.
Cadangan gas terbukti dari ketiga ladang itu adalah 14,4 triliun kaki kubik. Untuk tahap awal, Tangguh direncanakan memproduksi 7,6 metrik ton LNG per tahun dari dua unit pemurnian dan pencairan gas (train). Dengan beroperasinya lapangan gas Tangguh dan Petrochina, ujar Kalla, dana bagi hasil yang diperoleh rakyat Papua Barat dipastikan meningkat.
Sebab, sesuai UU Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, provinsi berhak mendapatkan 70 persen alokasi dana bagi hasil yang diterima pemerintah. ''Apalagi, dana bagi hasil migas untuk Papua dan Papua Barat sangat besar. Jauh lebih besar dibandingkan dengan provinsi lain yang hanya memperoleh 15 persen dari dana bagi hasil migas yang diterima pemerintah," katanya.
Kalla yakin, tambahan dana bagi hasil migas tersebut akan mempercepat pembangunan di Papua dan Papua Barat yang infrastrukturnya sangat tertinggal dibandingkan dengan provinsi lain. Namun, sebelum dana bagi hasil tersebut terealisasi, Wapres meminta pemerintah provinsi dan DPR Papua mengoptimalkan pemanfaatan dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana otonomi khusus yang tahun ini mencapai Rp 29 triliun.
Bila dihitung dari sisi keuangan, alokasi anggaran pemerintah dibagi jumlah penduduk di Papua dan Papua Barat jauh melebihi provinsi lain. Dengan jumlah penduduk hanya 2,9 juta jiwa, setiap kepala di kedua provinsi mendapatkan alokasi dana Rp 10 juta per orang per tahun. ''Kalau dibagikan, per keluarga bisa mendapat Rp 40 juta per tahun. Bandingkan dengan Sulawesi Selatan yang hanya Rp 2 juta per kepala, atau Jawa Barat yang hanya Rp 1,5 juta per kepala,'' kata dia.
Karena itu, Wapres meminta pemerintah dan DPRD tidak hanya menuntut hak dan melupakan kewajiban otonomi khusus. Kedua lembaga diminta saling mendukung, sekaligus saling mengkritik kebijakan yang salah secara konstruktif. ''Kalau bupati terlalu lama di Jakarta, DPRD harus mengkritik. Sebaliknya, kalau DPRD terlalu rajin studi banding, bupati juga harus teriak. Semua pihak harus bekerja sebaik mungkin untuk rakyat,'' tegasnya.
Kalla juga membantah bahwa pemerintah pusat tidak adil. Sebab, dana yang ditransfer ke kedua provinsi jauh lebih besar dibandingkan dengan dana yang diterima dari royalti PT Freeport, yakni Rp 17 triliun per tahun. ''Mengapa manfaatnya belum terlihat? Itu terjadi karena wilayah Papua sangat luas dan penduduknya terpencar sehingga susah membangun infrastruktur. Lagi pula, biaya pembangunan infrastruktur di Papua dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan Jawa,'' terangnya.
Meski demikian, Kalla mengakui bahwa pemerintah terlambat membangun infrastruktur di Papua dan Papua Barat. Ketika itu, pemerintah berpikir tidak efisien membangun infrastruktur bila hanya melayani penduduk yang sedikit dan tersebar. Namun, pemerintah kini membalik paradigma tersebut. ''Kalau infrastruktur tidak dibangun, mereka mau lewat mana,'' jelasnya. (akh/jpnn)

Tidak ada komentar: