Selasa, 19 Mei 2009

POLDA AKAN MENYEBAR SKETSA WAJAH PELAKU PENIKAMAN BERANTAI; ANEH TAPI NYATA

(Baca: Pasific Post Kamis 14 Mei 2009, hal 11)

Pasti masih hangat di ingatan kita tentang peristiwa penikaman beruntun yang terjadi bulan April lalu. Kasus yang sama terjadi didua tempat yakni di Wamena tanggal 8 April dan di Waena. Polisi curiga bahwa pelakunya sama. Akhirnya Polda Papua menyatakan bahwa mereka telah mengantongi sketsa pelaku dan akan disebarkan kepada masyarakat. Katanya lagi sketsa itu dibuat berdasarkan kesaksian/ilustrasi para korban.
Kombes polisi bambang rudy pratiknyo, SH,MM,MH mengatakan bahwa mereka telah mengetahui ciri-ciri pelaku. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1.Pria paruh baya usia 40 tahun, rambut ikal panjang, hidung mancung, bibir tebal, kulit hitam, jenggot tebal, berubun dan berasal dari ras Papua.
2.Pria muda berusia sekitar 20 tahun, rambut ikal cepak, hidung mancung bengkok ke kanan, bibir tebal, jenggot tipis, dan ras Papua.
Dugaan polisi bahwa kedua pelaku adalah mahasiswa asal Papua yang eksodus dari luar Papua. Sehingga mereka akan mendatangi beberapa universitas yang ada di pulau Jawa.
Yang aneh tapi nyata adalah: Gambar dibuat berdasarkan ilustrasi dari korban, sementara peristiwanya terjadi pada malam hari dan menurut laporan beberapa surat kabar dari kesaksian para korban bahwa peristiwa terjadinya cepat, pelakunya muncul dari belakang dan hilang/lari dengan cepat dalam kegelapan malam (baca; Cepos selasa 14 April 2009, hal 1&7). Artinya mereka (korban) tidak tahu/tidak mengenali sama sekali para pelaku. Kemudian dikatakan pula bahwa mereka adalah mahasiswa yang eksodus dari Papua. Lalu bagaimana dan dari mana mereka bisa tahu ciri-cirinya dan pelakunya mahasiswa asal Papua yang eksodus? Jangan-jangan sketsa itu lahir dari paksaan kepolisian/ lahir dari asal-asalan karena kecurigaan mereka terhadap mahasiswa/orang Papua yang selama ini meminta “merdeka”. Atau barangkali polisi dibayar mahal oleh keluarga para korban/mereka yang selama ini membenci orang Papua. Atau juga peristiwa ini sengaja dirancang oleh polisi selain sebagai proyek tapi juga jalan untuk menjerat orang yang selama ingin di tangkap namun belum mempunyai bukti yang jelas. Jika ini dilakukan bukannya menyelesaikan masalah tapi justru akan menambah masalah diatas tanah Papua. Pernyataan-pernyataan diatas sifatnya praduga, karena ada kejangalan dalam pengungkapan kasus tersebut dan saya pikir itu wajar. Toh ! polisi juga kan selalu berpraduga.
Kepada pihak kepolisian dalam menangani dan mengungkap sebuah kasus hendaknya bersikap professional. Jangan menangkap/menyangka orang berdasarkan dugaan atau prasangka semata tapi hendaknya berdasarkan bukti yang jelas. Bila perlu bukti-bukti itu dinyatakan didepan publik supaya di percaya masyarakat.

N@ldo dari jalan-jalan derita Papua

PENGANGKATAN KARATEKER BERDASARKAN ATURAN BUKAN SEMBARANGAN

Karateker bupati Deiyai dan Intan Jaya itu ditentukan oleh pusat bukan oleh masyarakat. Prosesnya, calon karateker di usulkan oleh bupati induk kepada pemerintah propinsi lalu dilanjutkan ke pemerintah pusat (Mendagri). Pengusulan dilakukan berdasarkan kepangkatan, karena jabatan karateker itu bukan jabatan pilitik, itu jabatan karier. Oleh karena itu masyarakat diharapkan sabar menunggu. Jika ada aspirasi untuk karateker dari masyarakat dimohon tahan sampai tiba pemilihan bupati definitive. Untuk aspirasi tentang bagaimana membangun kabupaten dari berbagai sisi kehidupan dari fersi rakyat nanti bisa disampaikan kepada pejabat karateker terpilih. Hal ini supaya kebijakan pembangunan bisa di laksanakan berdasarkan keinginan masyarakat.
Pelantikan akan dilaksanakan di tahun ini, namun belum pasti tanggalnya sehingga masyarakat harus bersabar. Hendaknya masyarakat tidak terpancing atau pun percaya dengan isu-isu murahan yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Mereka adalah para provokator yang hendak mengacaukan situasi oleh karena itu tutuplah telinga terhadap isu-isu tersebut dangarkan pemerintah karena merekalah yang lebih tahu (khusus dalam masalah ini).
Masalah penempatan kota kabupaten adalah hak masyarakat yang adalah pemilik ulayat. Entah itu mau diibahkan, dikontrakan atau pun disewakan adalah hak mereka pemilik tanah. Oleh karena itu pemerintah harus terbuka untuk menerima apapun keputusan rakyat, dan kewajiban rakyat adalah memberikan tempat/tanah. Pemerintah ataupun kelompok-kelompok kepentingan janganlah mengunakan pendekatan represif yang sering dipraktekan di seluruh tanah Papua. Ini jaman demokrasi bukan jaman orde baru, sehingga semua (pemerintah & rakyat) harus saling terbuka dan menerima.
Kedepan diharapkan pelaksanaan pembangunan akan lebih baik dari kabupaten induk. Namun, baik dan tidaknya ditentukan oleh kinerja pimpinan dan para stafnya. Jika mereka merakyat atau dengan kata lain masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam pengembangan dan pembangunan pastilah pemerintahan berjalan dengan baik.

N@ldo dari jalan-jalan derita Papua

KINERJA KEJAKSAAN TINGGI PAPUA DINILAI BELUM OPTIMAL

Jaksa Agung Muda , Hamzah Tadja setelah menggelar pertemuan tertutup dengan Kejati, Kejari se-Papua dan seluruh staf Pada rabu 23 Mei 2009 mengatakan “Kinerja kejaksaan di Papua harus optimal, seorang jaksa harus memiliki profesionalitas dan integritas moral dalam melakukan pengawasan dan penanganan korupsi”.
Itu artinya kinerja kejaksaan di Papua selama ini asal-asalan. Barangkali mereka terlalu banyak santai dari pada banyak kerja. Coba lihat banyak laporan dari masyarakat yang tiba di dong pu meja, sementara itu koran-koran pun membeberkan kelakuan para penguasa di negeri ini tapi dong tinggal diam. Kalau boleh meminjam bahasa tinggi bahwa dong pu kreatifitas dan responsibilitas tidak ada sama sekali. Atau mungkin ada kebijakan kongkali kong di tingkat atas sehingga mereka takut menyentuh para penguasa tadi. Barangkali itu yang dilihat Tadja sehingga ia menekankan supaya moral para jaksa harus diperbaiki.
Kinerja yang tra betul dari kejaksaan di Papua menjadikan mereka sebagai tim sukses dari merajalelanya korupsi di tanah Papua. Maka dihimbau kepada aparat keamanan supaya jangan menangkap rakyat yang demontrasi di jalan-jalan tapi coba kam pi tangkap itu jaksa-jaksa dengan penguasa itu kah. Rakyat dong tra salah kalo dorang demo, karena dong bicara dan protes kelakuan-kelakuan tra betul dari bos-bos diatas. Kalo polisi tangkap rakyat yang demo itu berarti mereka juga bagian dari tim sukses tadi. Wah! Kalo semua jadi tim sukses gawat, kitong pu dunia di tanah Papua tra bisa damai. Itu berarti hukum alam akan kembali berlaku di Papua “ kelompok yang kuat mereka yang menang ”. Kuat bukan karena kelakukan yang baik tapi sebaliknya karena tra betulnya dong pu moral. Tapi itu kitong tra harapkan. Kitong mau supaya Papua aman dan damai. Mari tong perjuangkan itu trus. Semoga!

N@ldo dari jalan-jalan derita Papua

Rabu, 13 Mei 2009

KATA MERDEKA JANGAN DIPOLITISIR

Saya sangat setuju dengan pernyataan yang di sampaikan Taha Al Hamid pada sidang pengadilan Rabu 13 Mei 2009 bahwa sekalipun 1000 bintang kejora di kibarkan Papua tidak langsung merdeka. Seharusnya pemerintah saat ini mengurus para penguasa yang melakukan korupsi bukan menangkap rakyat yang berdemo. Rakyat melakukan demo karena merasa diperlakukan tidak adil dalam ekonomi dan pembangunan. Apa saja bisa mereka katakan dan lakukan sebagai ungkapan protes mereka. Apalagi kita berada pada era reformasi dan demokratisasi. Oleh karena itu pemerintah jangan secepatnya menyatakan tindakan dan kata-kata mereka seperti “merdeka” sebagai sebuah perbuatan makar.
Kata merdeka janganlah selalu dipandang dari sisi negatif/politis. Karena itu akan mengacaukan situasi kita yang damai di tanah Papua. Marilah kita melihat ungkapn merdeka tadi dari sudut pandang yang lain seperti HAM dan ekonomi. Kita tahu bersama negara ini dalam konstitusinya telah menjamin hak atas kesejahteraan seluruh rakyatnya. Merdeka harus dilihat dari pikiran seperti ini. Karena bagi saya ketika masyarakat menuntut merdeka berarti mereka minta kesejahteraannya di perhatikan. Dilain sisi diskriminasi dan ketidakadilan dapat diakhiri lalu membangun hidup secara harmonis berdasarkan nilai-nilai kebenaran Alkitab dan dekralasi HAM internasional.
Mari kita jadikan aksi demonstrasi dari massa sebagai ajang untuk mengoreksi diri tapi juga kebijakan dan kehidupan sosial kita. Jangan sampai cara hidup dan tingkah kita menyebabkan orang lain tidak senang akhirnya semua tidak senang karena tidak damai. Senada dengan pak Taha diatas saya juga mau katakan bahwa mari bersama rakyat kita buruh para koruptor dan pengusaha yang buat tidak damai diatas tanah Papua. Karena bagi saya mereka inilah sumber dari tidak damainya Papua. Bukan masyarakat dan mahasiswa yang berdemontrasi atau TPN/OPM. Semua orang yang hidup dan berkarya diatas tanah ini bersama semua Orang Asli Papua harus bersatu menentang situasi yang sengaja diciptakan ini. Sikap solidaritas kita adalah langkah awal untuk menumbangkan para penguasa dan pengusaha yang korup dan egois.
Untuk sekedar diketahui bahwa dalam sidang lanjutan kasus Buchtar Tabuni tim kuasa hukum Buchtar menghadirkan Taha sebagai saksi yang meringankan. Dan sidang akan dilanjutkan pada Rabu minggu depan. Semoga !