Selasa, 19 Mei 2009

POLDA AKAN MENYEBAR SKETSA WAJAH PELAKU PENIKAMAN BERANTAI; ANEH TAPI NYATA

(Baca: Pasific Post Kamis 14 Mei 2009, hal 11)

Pasti masih hangat di ingatan kita tentang peristiwa penikaman beruntun yang terjadi bulan April lalu. Kasus yang sama terjadi didua tempat yakni di Wamena tanggal 8 April dan di Waena. Polisi curiga bahwa pelakunya sama. Akhirnya Polda Papua menyatakan bahwa mereka telah mengantongi sketsa pelaku dan akan disebarkan kepada masyarakat. Katanya lagi sketsa itu dibuat berdasarkan kesaksian/ilustrasi para korban.
Kombes polisi bambang rudy pratiknyo, SH,MM,MH mengatakan bahwa mereka telah mengetahui ciri-ciri pelaku. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1.Pria paruh baya usia 40 tahun, rambut ikal panjang, hidung mancung, bibir tebal, kulit hitam, jenggot tebal, berubun dan berasal dari ras Papua.
2.Pria muda berusia sekitar 20 tahun, rambut ikal cepak, hidung mancung bengkok ke kanan, bibir tebal, jenggot tipis, dan ras Papua.
Dugaan polisi bahwa kedua pelaku adalah mahasiswa asal Papua yang eksodus dari luar Papua. Sehingga mereka akan mendatangi beberapa universitas yang ada di pulau Jawa.
Yang aneh tapi nyata adalah: Gambar dibuat berdasarkan ilustrasi dari korban, sementara peristiwanya terjadi pada malam hari dan menurut laporan beberapa surat kabar dari kesaksian para korban bahwa peristiwa terjadinya cepat, pelakunya muncul dari belakang dan hilang/lari dengan cepat dalam kegelapan malam (baca; Cepos selasa 14 April 2009, hal 1&7). Artinya mereka (korban) tidak tahu/tidak mengenali sama sekali para pelaku. Kemudian dikatakan pula bahwa mereka adalah mahasiswa yang eksodus dari Papua. Lalu bagaimana dan dari mana mereka bisa tahu ciri-cirinya dan pelakunya mahasiswa asal Papua yang eksodus? Jangan-jangan sketsa itu lahir dari paksaan kepolisian/ lahir dari asal-asalan karena kecurigaan mereka terhadap mahasiswa/orang Papua yang selama ini meminta “merdeka”. Atau barangkali polisi dibayar mahal oleh keluarga para korban/mereka yang selama ini membenci orang Papua. Atau juga peristiwa ini sengaja dirancang oleh polisi selain sebagai proyek tapi juga jalan untuk menjerat orang yang selama ingin di tangkap namun belum mempunyai bukti yang jelas. Jika ini dilakukan bukannya menyelesaikan masalah tapi justru akan menambah masalah diatas tanah Papua. Pernyataan-pernyataan diatas sifatnya praduga, karena ada kejangalan dalam pengungkapan kasus tersebut dan saya pikir itu wajar. Toh ! polisi juga kan selalu berpraduga.
Kepada pihak kepolisian dalam menangani dan mengungkap sebuah kasus hendaknya bersikap professional. Jangan menangkap/menyangka orang berdasarkan dugaan atau prasangka semata tapi hendaknya berdasarkan bukti yang jelas. Bila perlu bukti-bukti itu dinyatakan didepan publik supaya di percaya masyarakat.

N@ldo dari jalan-jalan derita Papua

PENGANGKATAN KARATEKER BERDASARKAN ATURAN BUKAN SEMBARANGAN

Karateker bupati Deiyai dan Intan Jaya itu ditentukan oleh pusat bukan oleh masyarakat. Prosesnya, calon karateker di usulkan oleh bupati induk kepada pemerintah propinsi lalu dilanjutkan ke pemerintah pusat (Mendagri). Pengusulan dilakukan berdasarkan kepangkatan, karena jabatan karateker itu bukan jabatan pilitik, itu jabatan karier. Oleh karena itu masyarakat diharapkan sabar menunggu. Jika ada aspirasi untuk karateker dari masyarakat dimohon tahan sampai tiba pemilihan bupati definitive. Untuk aspirasi tentang bagaimana membangun kabupaten dari berbagai sisi kehidupan dari fersi rakyat nanti bisa disampaikan kepada pejabat karateker terpilih. Hal ini supaya kebijakan pembangunan bisa di laksanakan berdasarkan keinginan masyarakat.
Pelantikan akan dilaksanakan di tahun ini, namun belum pasti tanggalnya sehingga masyarakat harus bersabar. Hendaknya masyarakat tidak terpancing atau pun percaya dengan isu-isu murahan yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Mereka adalah para provokator yang hendak mengacaukan situasi oleh karena itu tutuplah telinga terhadap isu-isu tersebut dangarkan pemerintah karena merekalah yang lebih tahu (khusus dalam masalah ini).
Masalah penempatan kota kabupaten adalah hak masyarakat yang adalah pemilik ulayat. Entah itu mau diibahkan, dikontrakan atau pun disewakan adalah hak mereka pemilik tanah. Oleh karena itu pemerintah harus terbuka untuk menerima apapun keputusan rakyat, dan kewajiban rakyat adalah memberikan tempat/tanah. Pemerintah ataupun kelompok-kelompok kepentingan janganlah mengunakan pendekatan represif yang sering dipraktekan di seluruh tanah Papua. Ini jaman demokrasi bukan jaman orde baru, sehingga semua (pemerintah & rakyat) harus saling terbuka dan menerima.
Kedepan diharapkan pelaksanaan pembangunan akan lebih baik dari kabupaten induk. Namun, baik dan tidaknya ditentukan oleh kinerja pimpinan dan para stafnya. Jika mereka merakyat atau dengan kata lain masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam pengembangan dan pembangunan pastilah pemerintahan berjalan dengan baik.

N@ldo dari jalan-jalan derita Papua

KINERJA KEJAKSAAN TINGGI PAPUA DINILAI BELUM OPTIMAL

Jaksa Agung Muda , Hamzah Tadja setelah menggelar pertemuan tertutup dengan Kejati, Kejari se-Papua dan seluruh staf Pada rabu 23 Mei 2009 mengatakan “Kinerja kejaksaan di Papua harus optimal, seorang jaksa harus memiliki profesionalitas dan integritas moral dalam melakukan pengawasan dan penanganan korupsi”.
Itu artinya kinerja kejaksaan di Papua selama ini asal-asalan. Barangkali mereka terlalu banyak santai dari pada banyak kerja. Coba lihat banyak laporan dari masyarakat yang tiba di dong pu meja, sementara itu koran-koran pun membeberkan kelakuan para penguasa di negeri ini tapi dong tinggal diam. Kalau boleh meminjam bahasa tinggi bahwa dong pu kreatifitas dan responsibilitas tidak ada sama sekali. Atau mungkin ada kebijakan kongkali kong di tingkat atas sehingga mereka takut menyentuh para penguasa tadi. Barangkali itu yang dilihat Tadja sehingga ia menekankan supaya moral para jaksa harus diperbaiki.
Kinerja yang tra betul dari kejaksaan di Papua menjadikan mereka sebagai tim sukses dari merajalelanya korupsi di tanah Papua. Maka dihimbau kepada aparat keamanan supaya jangan menangkap rakyat yang demontrasi di jalan-jalan tapi coba kam pi tangkap itu jaksa-jaksa dengan penguasa itu kah. Rakyat dong tra salah kalo dorang demo, karena dong bicara dan protes kelakuan-kelakuan tra betul dari bos-bos diatas. Kalo polisi tangkap rakyat yang demo itu berarti mereka juga bagian dari tim sukses tadi. Wah! Kalo semua jadi tim sukses gawat, kitong pu dunia di tanah Papua tra bisa damai. Itu berarti hukum alam akan kembali berlaku di Papua “ kelompok yang kuat mereka yang menang ”. Kuat bukan karena kelakukan yang baik tapi sebaliknya karena tra betulnya dong pu moral. Tapi itu kitong tra harapkan. Kitong mau supaya Papua aman dan damai. Mari tong perjuangkan itu trus. Semoga!

N@ldo dari jalan-jalan derita Papua

Rabu, 13 Mei 2009

KATA MERDEKA JANGAN DIPOLITISIR

Saya sangat setuju dengan pernyataan yang di sampaikan Taha Al Hamid pada sidang pengadilan Rabu 13 Mei 2009 bahwa sekalipun 1000 bintang kejora di kibarkan Papua tidak langsung merdeka. Seharusnya pemerintah saat ini mengurus para penguasa yang melakukan korupsi bukan menangkap rakyat yang berdemo. Rakyat melakukan demo karena merasa diperlakukan tidak adil dalam ekonomi dan pembangunan. Apa saja bisa mereka katakan dan lakukan sebagai ungkapan protes mereka. Apalagi kita berada pada era reformasi dan demokratisasi. Oleh karena itu pemerintah jangan secepatnya menyatakan tindakan dan kata-kata mereka seperti “merdeka” sebagai sebuah perbuatan makar.
Kata merdeka janganlah selalu dipandang dari sisi negatif/politis. Karena itu akan mengacaukan situasi kita yang damai di tanah Papua. Marilah kita melihat ungkapn merdeka tadi dari sudut pandang yang lain seperti HAM dan ekonomi. Kita tahu bersama negara ini dalam konstitusinya telah menjamin hak atas kesejahteraan seluruh rakyatnya. Merdeka harus dilihat dari pikiran seperti ini. Karena bagi saya ketika masyarakat menuntut merdeka berarti mereka minta kesejahteraannya di perhatikan. Dilain sisi diskriminasi dan ketidakadilan dapat diakhiri lalu membangun hidup secara harmonis berdasarkan nilai-nilai kebenaran Alkitab dan dekralasi HAM internasional.
Mari kita jadikan aksi demonstrasi dari massa sebagai ajang untuk mengoreksi diri tapi juga kebijakan dan kehidupan sosial kita. Jangan sampai cara hidup dan tingkah kita menyebabkan orang lain tidak senang akhirnya semua tidak senang karena tidak damai. Senada dengan pak Taha diatas saya juga mau katakan bahwa mari bersama rakyat kita buruh para koruptor dan pengusaha yang buat tidak damai diatas tanah Papua. Karena bagi saya mereka inilah sumber dari tidak damainya Papua. Bukan masyarakat dan mahasiswa yang berdemontrasi atau TPN/OPM. Semua orang yang hidup dan berkarya diatas tanah ini bersama semua Orang Asli Papua harus bersatu menentang situasi yang sengaja diciptakan ini. Sikap solidaritas kita adalah langkah awal untuk menumbangkan para penguasa dan pengusaha yang korup dan egois.
Untuk sekedar diketahui bahwa dalam sidang lanjutan kasus Buchtar Tabuni tim kuasa hukum Buchtar menghadirkan Taha sebagai saksi yang meringankan. Dan sidang akan dilanjutkan pada Rabu minggu depan. Semoga !

Selasa, 21 April 2009

ANTARA NAZAR DAN CALEG

(Tulisan Ini Diharapkan Menjadi Bahan Perenungan Bagi Para Pendeta dan Gembala Umat)

“Didalam dunia ada dua jalan, jalan yang sempit dan yang lebar. Jalan yang lebar jiwa mu mati tapi yang sempit hidup berglori”

Sepenggal kalimat diatas merupakan lagu yang selalu dinyayikan oleh umat tapi juga oleh para pendeta dan gembala. Apa itu dihayati dan dimaknai atau tidak adalah urusan pribadi manusia itu sendiri. Bagi saya lagu ini merupakan rambu yang selalu mengingatkan saya untuk tetap pada jalan yang sudah saya pilih untuk dilalui. Susah sengsara atau pun suka dan senang adalah hal yang harus dilalui sesuai komitmen, saat kita mengambil keputusan.
Dewasa ini ada hal ganjil yang sedang terjadi dalam tubuh gereja di dunia dan khusus di tanah Papua. Gereja dan umat dilihat sebagai tanah yang berbatu sementara panggung politik dianggap sebagai tanah yang subur untuk menambah pundi-pundi kehidupan. Akhirnya banyak pendeta dan gembala berputar haluan. Tidak mau lagi jalan di lorong yang sempit karena menyakitkan. Mereka lebih memilih jalan yang lebar dan menyenangkan untuk mencapai tujuan hidup mereka. Tapi sudah benarkah jalan yang dipilih? Entalah.
Ada sebuah pertanyaan yang selalu menjadi bahan perenungan bagi saya adalah kira-kira apa nazar mereka ketika mereka dilantik menjadi pendeta atau pun gembala sidang? Adakah nazar yang diucapkan adalah bahwa suatu saat saya akan menjadi caleg/anggota legislative ? ataukah saya akan setia melayani Tuhan dalam suka dan duka sampai akhir hayat? Jujur saja bahwa saya pribadi dan beberapa anggota jemaat menjadi bingung dan terus bertanya, inikah jalan Tuhan untuk mengapai kesejahteraan bagi hamba Tuhan di dunia modern? Sungguh pusing, tujuh keliling.
Dalam percakapan saya dengan beberapa anggota jemaat, mereka berpedapat bahwa tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh para pendeta dan gembala itu. Bagi mereka keputusan itu merupakan tindakan pengkhianatan terhadap Tuhan tapi juga umat. Namun demikian ada sebagian yang mendukung keputusan hamba-hamba Tuhan tadi. Mereka berkata bahwa jika gereja dan umat tidak bisa mencukupi kebutuhan para hamba Tuhan ini sesuai dengan kebutuhan manusia sekarang, ya! wajar saja. Merekakan juga ingin bahagia dan sejahtera. Pada bagian lain ada beberapa hamba Tuhan yang menyatakan alasan mereka untuk terjun ke dunia politik adalah 1) aspirasi umat tidak pernah diperjuangkan oleh anggota legislative yang ada, sehingga kita harus menyuarakan suara kenabian disana. Kita tidak bisa lakukan itu dari luar saja tapi kita pun harus masuk kedalam system untuk mempengaruhi system yang tidak adil itu. 2) lebih kepada masalah ekonomi keluarga. Banyak anak dan banyak kelurga namun belum bisa memenuhi kebutuhan mereka dengan baik, sementara biaya hidup semakin melangit.
Memang suatu kenyaatan yang tak dapat dipungkiri adalah biaya hidup di Negara ini semakin meningkat. Mereka yang mapan menerima keadaan itu dengan santainya, sebaliknya rakyat miskin hidup dalam kegelisahan dan kekuatiran. Sikap santai yang ditunjukan oleh manusia kelas atas adalah wajar karena mereka sendiri adalah pemainnya. Akibat dari itu para pendeta dan gembala jemaat yang berada pada taraf masyarakat kelas menengah kebawah memilih dunia politik sebagai jalan untuk menyamaratakan kedudukan dengan mereka yang berada dikelas atas. Tapi hanya itukah jalan untuk mencapai kesejahteraan dan kedudukan yang sederajat?
Kini para hamba Tuhan ini di perhadapkan pada dua pilihan. Berpegang pada nazar yang telah diucapkan kepada Tuhan atau memilih menjadi caleg/anggota legislative. Atau memilih jalan yang sempit dengan penderitaan atau yang lebar tapi ujungnya maut sesuai lagu diatas. Terserah!
Tuhan telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih. Tapi kebebasan itu disertai dengan tanggungjawab. Negara pun memberikan kebebasan dan hak kepada setiap warganya untuk berpartisipasi dalam segala aspek kehidupan termasuk dunia politik. Tapi bagi saya seorang pendeta/gembala hendaknya tidak terlibat secara langsung kesana. Mereka harus membuat jarak antara pelayanan dan politik. Hal ini supaya kita menjadi teladan yang baik bagi umat juga tidak membingungkan mereka. Seorang pendeta/gembala selayaknya menjadi pendorong semangat bagi umatnya. Mengajak anggota jemaatnya untuk berpartisipasi dalam dunia politik sambil mendidik mereka dalam hal moral. Seorang pendeta/gembala harus mengambil posisi independen dalam bersuara kenabian bukan menjerumuskan diri. Kiranya pendeta/gembala tidak melacurkan diri kesana guna menjaga kepercayaan umat dan wibawanya.
Barangkali ada pendeta/gembala yang sudah terlibat kesana tidak setuju dengan pendapat saya diatas, tapi saya punya hak untuk menyampaikan ini. Toh! NKRIkan Negara demokrasi, setiap orang punya kebebasan untuk menyampaikan pikirannya (bukan bembela diri). Oleh sebab itu saya senang kalau ada yang protes tapi juga setuju dengan saya. Karena bagi saya perbedaan pendapat adalah sebuah anugerah Tuhan yang patut di syukuri. Syaloom

N@ldo dari jalan-jalan sepih di tanah Papua

PELUNCURAN INTERNATIONAL PARLEMENT FOR WEST PAPUA (IPWP) DIMATA PEMERINTAH INDONESIA DAN RAKYAT PAPUA BARAT

a.Indonesia dan Sejumlah Masalah

Sepanjang perjalan sejarah bangsa ini rasanya susah untuk menemukan suasana tenang atau pun damai. Hampir setiap waktu ada saja masalah yang muncul baik itu horizontal maupun vertical. Mulut bangsa ini terus mengagah meminta korban seolah perut tak pernah kenyang. Merupakan sebuah kenyataan yang ironis ketika pemerintah berlari menghindari masalah tanpa berusaha untuk menyelesaikannya. Atau berusaha menyelesaikannya dengan pendekatan represif. Kata banyak kalangan terutama para ilmuan itulah ciri Negara berkembang.
Barangkali masih ingat kita tentang digusurnya penduduk ibu kota Negara ini oleh penguasa disana dengan paksa beberapa waktu lalu. Disini terlihat sesungguhnya bahwa pemerintah kita itu wujudnya seperti serigala yang berbuluh domba. Artinya kata-kata dan sikap mereka yang terlihat baik sesungguhnya merupakan topeng dari sebuah hati yang rakus dan egois. Penguasa tidak peduli dengan airmata, jeritan, terikan dan penderitaan batin rakyatnya. Rakyat selalu dianggap sebagai penghambat pembangunan sehingga dapat ditendang kesana kemari seenaknya seperti bola. Tidak hanya itu mereka juga dijadikan obyek dari perut para penguasa. Rakyat hanya diperlukan saat-saat pemilu/pilkda sesudah itu mereka dicampakkan.
Masalah lain adalah belum diselesaikannya berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di seluruh Indonesia. Walaupun pemerintah Indonesia telah melahirkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia, namun kenyataannya menjadi tumpul dilapangan. Negara yang menjunjung tinggi hukum justru melahirkan aparat yang durhaka. Karena hati dan pikiran mereka hanya dikuasai oleh dewa yang namanya uang. Hukum dan uang di Negara Indonesia ibarat api dan air. Air berfungsi memadamkan api sementara uang berfungsi melumpuhkan hukum.
Masalah hangat lainnya adalah belum dilakukannya eksekusi terhadap pelaku bom Bali II Amrozi dkk. Pemerintah kita terlihat tidak adil dan lamban dalam melaksanakan keputusan hukum tetap yang mereka lahirkan. Coba lihat, Tibo cs dapat dieksekusi dalam waktu yang relative singkat. Mereka tidak diberi hak untuk banding atau pun melakukan upaya hukum lainnya. Pertanyaan rakyat Indonesia adalah apa perbedaan antara Tibo cs dan Amrozi cs ? Banyak kalangan menilai bahwa lambatnya eksekusi itu disebabkan oleh factor religius. Ada pula yang menilai bahwa pemerintah barangkali mendapat ancaman bom oleh kelompok Amrozi cs. Bagi saya keadilan harus dinyatakan dengan penegakan hukum yang tanpa memandang ras dan agama. Ataupun kemungkinan ancaman bom. Hal ini guna menyembuhkan luka para korban dan keluarga korban serta mengembalikan kepercayaan dunia internasional terhadap penegakkan hukum Indonesia.
Masalah lain adalah rencana pengesahan Undang-Undang Pornografi. Banyak kalangan LSM bahkan rakyat menentang itu dengan melakukan aksi demostrasi. Bagi sebagian rakyat lahirnya Undang-undang ini merupakan virus bagi kematian keanekaragaman dari kebudayaan Indonesia. Ada yang menilai bahwa porno atau pun tidak adalah masalah moral sehingga tidak perluh diatur oleh Negara dalam bentuk aturan. Penguatannya kembali kepada agama masing-masing dalam mendidik moral para penganutnya. Bahkan ada yang berkata bahwa pemerintah Indonesia terutama para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Pusat yang terhormat adalah sekumpulan manusia munafik.
b.Pembentukan IPWP Ditengah Isu Krisis Keuangan Dunia

Menjelang pemilihan presiden, Amerika Serikat sebuah negara super power dunia ini mengalami krisi keuangan yang luar biasa. Dampaknya terasa sampai keseluruh benua tidak terkecuali Indonesia, sehingga pemimpin negara-negara di Eropa berkumpul untuk mencoba menghindari krisis yang dialami oleh USA itu.
Ditengah situasi dunia seperti diatas isu Papua Merdeka menghangat kembali. Tanggal 15 Oktober 2008 merupakan catatan sejarah baru bagi orang Papua dalam perjuangan memisahkan diri dari NKRI. Benny Wenda seorang tokoh pejuang Papua Merdeka yang berdomisili di Inggris mengagas pembentukan Internasional Parlement West Papua (IPWP) yang dihadiri dan didukung oleh parlement Inggris, seorang pakar hukum internasional, beberapa conggresman USA dan beberapa pemimpin Negara di dunia lainnya. Berita tentang pembentukan IPWP yang mendunia tidak membuat pemerintah Indonesia goyah. Pemerintah memilih berdiam diri, namun ada apa dibalik sikap diam diri itu ? entalah.
c.Pembentukan IPWP sebuah Kecolongan bagi Pemerintah NKRI
Dalam kitab suci orang Kristen ada sebuah cerita tentang bangsa Mesir yang menjajah bahkan memperbudak orang yahudi. Ketika bangsa Israel menyatakan sikap untuk keluar dari tanah perbudakan, Firaun sangat marah dan tidak bersedia membiarkan bangsa Israel lepas dari cengkeramannya. Kemarahan itu lahir karena ia merasa kecolongan. Firaun tak pernah berpikir dan bermimpi sebelumnya bahwa bangsa ini akan keluar dan bebas dari system politik perbudakan yang diterapkannya. Ia pun tidak pernah membayangkan bahwa Musa yang merupakan anak angkat putrinya akan memimpin bangsa ini untuk bebas.
System perbudakan modern yang dilakukan pemerintah Indonesia kepada Orang Papua seperti otonomi khusus, Pemekaran propinsi/kabupaten/kota dan system pengadudombaan dengan pembentukan barisan merah putih dll, justrus akan terus membangkitkan spirit patriotisme dan nasionalime Orang Papua untuk bebas. Karena jenis-jenis perbudakan seperti diatas bertentangan dengan hati nurani rakyat Papua. Ketika IPWP dibentuk pemerintah mengalami kecolongan. Dalam kecolongannya pemerintah hanya berkata; kegiatan itu hanya dihadiri oleh sekelompok orang yang tidak mempunyai pengaruh di dunia internasional. Lalu mengapa pertemuan itu menjadi salah satu isu penting dunia sekarang ?
d.IPWP sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat Papua di Dunia Internasional
IPWP sesungguhnya persis dengan lembaga-lembaga wakil rakyat yang ada dalam negara-negara di dunia, namun bedanya adalah kedudukan IPWP bertaraf internasional. Tujuan hadirnya lembaga ini adalah untuk menyatukan semua elemen-elemen perjuangan menuju Papua Merdeka. Lembaga ini pun hadir untuk menampung dan menyatukan semua aspirasi masyarakat Papua guna membangun lobi-lobi di tingkat masyarakat internasional. Saya pikir pembentukan lembaga ini merupakan langkah baru orang Papua di dunia internasional bahwa orang Papua sangat serius dengan perjuangan penegakan HAM yang terjadi pada diri mereka.
e.Tangapan Pemerintah
Pemerintah Indonesia menangapi peluncuran IPWP ini dengan sikap dingin. Banyak komentar oleh petinggi Negara ini yang menyatakan bahwa peluncuran itu hanya dilakukan oleh segelentir orang yang tidak mempunyai pengaruh di Inggris tapi juga di dunia. Ada juga sebagian intelek Indonesia yang menyarankan supaya presiden dan kabinetnya tidak menseriusi masalah tersebut, tapi harus membangun kekuatan lobi yang lebih baik di dunia internasional. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masalah tersebut menjadi konsumsi masyarakat dunia internasional?
f.Tangapan Rakyat Papua
Masyarakat Papua sangat senang menanggapi kehadiran lembaga ini. Yang dilakukan oleh masyarakat Papua adalah melakukan demonstrasi sebagai tanda dukungan penuh terhadap pelunsuran yang dilakukan. Hari itu masyarakat Papua berkumpul di ekspo waena lalu mengelar panggung orasi. Berbagai orasi sebagai tanda setuju dan dukungan disampaikan. Masa rakyat yang hadir menyambut setiap orasi dengan tempik sorak gaya modern tapi juga tradisional. Akhirnya Bucktar Tabuni seorang anak muda yang gigih berjuang untuk nasib rakyat kecil di tanah Papua ditangkap dan sedang diadili dengan tuduhan makar.
Dengan reaksi pemerintah seperti menunjukkan sikap dingin tapi menangkap koordinator aksi di Papua menandakan bahwa pemerintah sedang membangun arus yang keras untuk menganyutkan orang-orang di tanah Papua yang semangat memperjuangkan HAM. Maka “air tenang janganlah dianggap tidak ada buaya” menyadi dasar tindakan pemerintah di Papua. Walaupun demikian kepada orang-orang Papua, jagalah semangat mu (keep your spirit don’t be weak) hanya dengan itu anda akan menggapi impianmu. Selamat berjuang untuk kemanusiaan!
N@ldo dari jalan-jalan sepih Papua

Pejabat Bupati Melegitimasi Penyisiran di Puncakjaya

Selasa tanggal 10 Maret kemarin kita mendengar adanya penembakan yang terjadi di Puncakjaya. Tepatnya di daerah kali semen, puncak senyum, distrik mulia. Semua orang berasumsi bahwa penembakan itu dilakukan oleh TPN/OPM. Tapi benarkah? Dari peristiwa ini ada dua pikiran yang berkembang di masyarakat tentang status para korban. Kelompok pertama mengembangkan isu bahwa kedua korban yang meninggal adalah anggota intelejen yang menyamar sebagai tukang ojek. Kelompok kedua meyakini bahwa kedua korban adalah warga sipil yang bekerja sebagai tukang ojek. Pendapat kedua ini didukung pula oleh Kapolres Puncak Jaya AKBP.B Chris Rihulay. Sungguh membingungkan. Tapi yang pasti ada pelaku dan korban. Sementara itu menurut laporan wartawan cepos bupati puncak jaya akan memberikan mandat atau legitimasi dalam bentuk aturan daerah kepada TNI/Polri untuk melakukan pengejaran terhadap Pelaku yang diduga TPN/OPM. Aturan itu dimaksudkan supaya tidak berbenturan dengan isu HAM. Namun penyisiran akan di lakukan setelah pilkada dengan mengungsikan masyarakat yang ada dibeberapa desa yang dekat dengan TKP terlebih dahulu. Alasan penyisiran adalah kelompok itu selalu saja menganggu kedaulatan negara, menganggu ketertiban masyarakat dan menghancurkan pembangunan yang sedang dilaksanakan di kabupaten itu.
Pertanyaannya adalah 1) Benarkah penembakan itu dilakukan oleh TPN/OPM? Jika benar apakah bisa dibuktikan? 2) Layakkah seorang pemimpin daerah yang nota bene adalah putra daerah mengeluarkan pernyataan seperti itu? 3) Apakah masyarakat akan mengikuti kehendak pemerintah untuk mengungsikan mereka guna penyisiran? Bagi saya jika operasi penyisiran ini dilakukan maka yang akan menjadi korban adalah warga sipil/masyarakat yang ada. Dan itu selalu terjadi. Masyarakat tak mungkin mau diungsikan karena disana tempat hidup mereka. Lalu siapa yang akan bertanggungjawab pemerintah daerah ataukah TNI/Polri jika masyarakat sipil terbunuh dengan dalil anggota OPM saat operasi dijalankan? Yang pasti bahwa kekerasan dinegeri ini akan terus berlangsung entah itu dengan alasan anggota TPN/OPM atau pun tidak.

DEMONSTRASI PAPUA MERDEKA

Sebagai Pendidikan penyadaran bagi penguasa

Sering saat kita membuka koran atau majalah, kita melihat dan membaca berita-berita tentang demonstrasi. Biasanya demostrasi dilakukan sebagai tanda tuntutan atau protes atas keadaan ekonomi, social dan politik yang tidak adil akibat kebijakan. Aksi demonstrasi dapat berakhir dengan damai tapi juga dengan bentrok fisik. Situasi seperti itu seringkali terjadi terutama pada Negara-negara berkembang.
Khusus di Indonesia aksi demonstrasi secara besar-besaran dimulai sejak tahun 1998. Tema utama aksi pada saat itu adalah “penggulingan kekuasaan orde baru yang militeristik”. Masyarakat dan mahasiswa mau supaya ada perubahan di negeri ini. Dampak positifnya adalah kebusukan penguasa orde baru yang melahirkan kemiskinan dan ketidakadilan terkuak. Akhirnya semua orang boleh menyampaikan aspirasinya dengan bebas dalam bentuk apapun sejauh tidak menimbulkan konflik ataupun menentang kekuasaan negara. Dan itu dijamin dalam konstitusi Negara bahkan undang-undang di Negara ini.
Momentum ini pun telah dimanfaatkan oleh orang Papua untuk menyampaikan pikiran mereka yang selama ini dikekang karena tekanan militer tadi. Aspirasi merdeka pun mencuat di ranah Papua. Semua orang Papua mulai dari yang besar sampai yang kecil mulai mempertanyakan hak-hak mereka yang dirampas dan direkayasa selama puluhan tahun. Mereka bertanya, mengapa kami yang disebut-sebut juga sebagai warga negara Indonesia di berlakukan tidak-adil ? kenapa kami tidak pernah dihargai sebagai seorang manusia yang mempunyai hak dan kewenangan di atas tanah kami sendiri ? mengapa kami rakyat tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan kebijakan ?
Ketika pertanyaan-pertanyaan diatas disuarakan oleh rakyat dan mahasiswa, mereka mendapat tekanan dari TNI/Polri. Mereka dihanggap penghambat pembangunan bahkan dicap sebagai gerakan separatis. Sebagian dari mereka ditangkap, diproses hukum dan dipenjarakan dengan tuduhan melakukan makar1. Tanggapan secara emosional dari pemerintah terutama TNI/PoLRI ini telah menimbulkan penentangan dari masa rakyat dan mahasiswa. Kemudian yang terjadi adalah penyisiran kerumah-rumah penduduk oleh aparat yang ujungnya menimbulkan keresahan dan ketidakdamaian. Masyarakat jadi tidak bebas untuk berkarya dan menyampaikan aspirasinya. Keadaan seperti itulah yang disebut sebagai Spiral Kekerasan2.
Tekanan-tekanan yang ada tidak menyulut semangat mahasiswa untuk terus menyampaikan keinginan mereka. Justru semangat berkobar dikala tekanan-tekanan itu mereka alami. Dalam situasi seperti itu pemerintah harus bijaksana dan berpikir positif dalam menanggapinya. Sebab bukan jamannya lagi untuk mempraktekkan kekerasan dan menyembunyikan diri dari tanggungjawab. Pemerintah harus terbuka menerima rakyat untuk berdialog, bicara dari hati ke hati bukan sebagai musuh tapi sebagai anak dan bapa.

Demonstrasi Sebagai Pendidikan Bagi Penguasa
Kata orang pedidikan tidak mengenal usia. Itu berarti pendidikan itu juga tidak mengenal status sosial-politik seseorang. Entah itu kaya atau miskin, tua atau muda, kecil atau besar semua, tergantung siapa yang mau. Pendidikan bisa didapatkan secara formal tapi juga secara informal. Secara khusus demonstrasi dapat dikategorikan sebagai pendidikan informal. Walaupun demikian seringkali terjadi perbedaan pandangan antara masa masyarakat dan penguasa. Bagi masyarakat demostrasi dilakukan dengan tujuan untuk meningatkan penguasa, sebaliknya penguasa memandang aksi itu sebagai penentangan terhadap kekuasaan. Akhirnya bentrok fisik pun pasti akan terjadi akibat gesekan perbedaan pandangan tadi.
Ketika pikiran penguasa diatas terus ada dan bersarang di otak maka pemerintah menjadi jembatan atau sponsor konflik antara aparat keamanan dan masa unjuk rasa. Atau penguasa menjadi sumber ketidak damaian itu sendiri.
Jika mau dipikir sesungguhnya demonstrasi harus dianggap sebagai sebuah pendidikan penyadaran. Penyadaran terhadap kebijakan yang tidak adil juga sebagai momentum intropeksi diri. Bukan penentangan atau pengoyangan terhadap kekuasaan Negara. Ketika rakyat bicara, suara itu datang dari hati mereka. Bukan dari hati yang mengandung kebencian tapi hati yang penuh kasih. Hati yang mau bilang supaya penguasa lebih bijak dalam mengambil dan melaksanakan kebijakan. Hati yang mengajak kita untuk hidup damai dan sejahtera dalam kesejajaran.
Jadi ketika rakyat Papua minta merdeka hendaknya pemerintah mengintropeksi diri. Bercermin dan bercermin lalu bertanya mengapa masyarakat Papua minta merdeka? Bukan melakukan tindakan kekerasan. Sebenarnya aspirasi merdeka lahir hanya karena masyarakat Papua merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah sejak tahun 1962.
Lalu apa solusinya? Bagi saya yang pertama, pemerintah harus duduk dan mengoreksi dirinya. Kedua, pemerintah harus menghilangan pandangan negative terhadap orang Papua. Ketiga, pemerintah harus membuka diri berdialog dengan orang Papua, terutama rakyat akar rumput yang selalu menjadi korban kebijakan. Semoga!

By: N@ldo

DIALOG JAKARTA-PAPUA

DIALOG JAKARTA-PAPUA
Sebuah Perspektif Papua
Itulah judul dari buku yang ditulis oleh Dr.Neles Tebay. Buku ini diluncurkan pada tanggal 11 Maret 2009 yang dihadiri oleh semua elemen masyarakat yang ada di Jayapura. Banyak pihak selama ini meminta supaya ada dialog yang terjadi antara orang Papua dengan pemerintah pusat. Dialog dimaksudkan untuk mengakhiri konflik dan kekerasan yang sudah lama terjadi di tanah Papua. Dialog itu pun tidak pernah terjadi lantaran 1) Belum ada konsep dialog yang jelas, 2) Ada dua ideology yang bertentangan, yaitu Bagi orang Papua “Merdeka harga mati” sementara bagi pemerintah “NKRI harga mati”. Dari buku ini pak Neles Tebay mau mengajak Papua dan Jakarta untuk keluar dari kotak-kotak ideology tadi dan membagun dialog tentang kemanusiaan. Kedua pihak harus tampil dengan wajah baru dan mengambil posisi sebagai pemecah masalah bukan sebagai pemicu masalah. Tema kemerdekaan harus diabsenkan dari dialog karena baginya itu akan menjadi duri dalam dialog damai itu. Yang perlu dilakukan dalam dialog ini adalah mengidentifikasi masalah dan mencari solusi yang dapat diterima dan disetujui oleh kedua belah pihak. Menurut Neles Tebay isi dari buku ini hanya merupakan pandangan pribadinya juga umpan bagi semua komponen masyarakat Papua guna membangun isu dialog ini mulai dari keluarga sampai ke komunitas dimana kita hidup dan berkarya. Bukan hanya dikalangan orang asli Papua tapi juga semua orang yang hidup ditanah Papua. Ia berkeyakinan bahwa masalah tragedi kemanusiaan di Papua akan dapat diakhiri hanya dengan membangun dialog. Dialog yang dibangun dengan prinsip kasih, kebebasan, keadilan dan kebenaran.
Buku ini mencakup 15 pokok bahasan. 1) menggambarkan pentingnya dialog Jakarta-Papua guna menyelesaikan konflik Papua secara damai, 2) memperlihatkan adanya kemauan untuk berdialog dari kedua belah pihak yang bertikai, 3) mengangkat pentingnya pernyataan public orang papua bahwa isu kemrdekaan Papua tidak akan dibahas dalam dialog, 4) menekankan pentingnya pemerintah Indonesia memperlihatkan keseriusannya untuk berdialog dengan orang Papua, 5) mengangkat pentingnya kerangka acuan dialog, 6) memaparkan prinsip-prinsip dasar, 7) menguraikan tujuan dialog, 8) menekankan pentingnya partisipasi masyarakat Papua, 9) menawarkan target-target yang dapat dicapai melalui dialog Jakarta-Papua, 10) menggambarkan tahapan dialog, 11) mengidentifikasi peserta dialog, 12) mengidentifikasi fasilitator dan peranannya, 13) menyinggung pentingnya keterlibatan lembaga-lembaga ilmiah, 14) menerangkan peranan pihak ketiga, dan 15) menekankan pentingnya monitoring tindak-lanjut.

Berikut ini adalah tangapan atas buku yang disampaikan oleh tiga orang pembeda:
Dr. Sostenes Sumihe
1.Kehadiran buku “ dialog Jakarta-Papua”, karya Dr.Neles Tebay, patut disambut dengan gembira, karena memecahkan kebekuan diskusi sekitar tema yang sempat menghangat beberapa waktu lalu mengenai dialog pemerintah Indonesia dengan orang Papua mengenai konflik Papua. Kebekuan itu disebabkan oleh belum terdapat kesepakatan mengenai substansi dialog itu. Dr. Tebay mencatat: “belum ada satu konsep tertulis tentang dialog Jakarta-Papua yang dikehendaki oleh pemerintah dan orang Papua”.
2.Sesungguhnya dari pihak orang Papua substansi dialog itu sudah jelas; yaitu kekerasan atas kemanusiaan orang Papua, yang membuat orang papua mempertanyakan eksistensi dirinya dalam republic ini dan karena masalah yang pertama ini, orang Papua akan mendialogkan kemerdekaan, yang oleh Dr.Tebay justru tidak dimasukkan menjadi agenda dalam dialog tersebut.
3.Belum terlalu jelas, mengapa Dr.Tebay tidak masukan kemerdekaan itu ke dalam dialog. Apakah karena “adanaya sikap kecurigaan pada pihak pemerintah Indonesia “ ?
4.Saya melihat ada alasan principal pada Dr.Tebay tidak menjadikan kemerdekaan itu pokok dialog. Hal yang principal itu adalah masalah kemanusiaan orang Papua. Dalam butir 1.1 Dr. Tebay secara rinci mengemukakan peristiwa-peristiwa tragedy kemanusiaan orang Papua, yang mengakibatkan penderitaan, kematian serta menimbulkan luka batin yang dalam serta hilangnya rasa percaya kepada pemerintah. Bagi Dr.Tebay tragedy kemanusiaan itu adalah hal yang amat mendasar dan sekaligus menyakitkan, dan karena itu harus dihentikan. Dalam hubungan itulah ia sangat kuat menekankan, apa yang juga dikehendaki banyak pihak tentang penyelesaian konflik Papua secara damai dan bermartabat. Untuk kepentingan demikian, dialog adalah jalan pemecahan yang terbaik. Tetapi dialog ini harus berlangsung dalam prinsip 4 K, yaitu kasih, kebebasan, keadilan, dan kebenaran.
5.Dalam kerangka prinsip itu, menurut saya, Dr.Tebay merasa tema kemerdekaan harus diabsenkan dari dialog, karena akan menjadi duri dalam dialog damai, yang akan dapat menimbulkan kekerasan dan tragedy kemanusiaan baru, yang akan menambah panjang daftar orang Papua yang mati serta semakin dalam penderitaan dan luka batin orang Papua. Tragedy kemanusiaan itu dapat terjadi karena pihak pemerintah memiliki kerangka pikir “kesatuan territorial” yang dapat diduga akan diikuti dengan tindakan militerisme.
6.Patut digarisbawahi bahwa Dr.Tebay melihat dialog itu sebagai sebuah proses. Dialog itu terjadi bukan saja pada saat kedua belah pihak (pemerintah dan orang Papua)duduk bersama dan berdialog, melainkan diawali dengan pertemuan-pertemuan dan percakapan-percakapan yang intensif dari berbagai kelompok masyarakat; bahkan ini harus berlangsung sesudah dialog itu, untuk menindaklanjutinya dengan dialog dalam aksi.
7.Dalam proses tersebut, hal yang sangat strategis adalah rekomendasi Dr.Tebay mengenai “ komunikasi politik guna membangun kepercayaan (trust building) orang Papua terhadap pemerintah”. Menurut Dr.Tebay komunikasi politik ini dilakukan utusan pemerintah untuk melakukan percakapan politik dengan orang Papua dalam berbagai level. Komunikasi politik ini penting untuk menentukan masalah yang sesungguhnya yang diantara orang Papua.
8.Namun saya juga hnedak menyarankan komunikasi dan percakapan politik itu dilakukan diantara orang Papua oleh orang Papua sendiri yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan dan menyatukan cara pandang orang Papua atas masalahnya sendiri.
9.Komunikasi dan percakapan politik, baik yang dilakukan utusan pemerintah mamupun oleh orang Papua sendiri tersebut, akan sangat membantu proses dialog sebagai upaya mencari dan merumuskan masalah secara jernih serta solusi yang tepat dan benar yang harus diambil atas masalah itu, guna menghindari terulangnya tragedy kemanusiaan Papua di waktu yang akan datang.
10.Proses itu penting dan anagt menentukan hasil yang akan dicapai dalam dialog. Menurut Dr.Tebay hasil yang hendak dicapai dalam prose situ adalah ”Papua Tanah Damai”. Tatapi bagi saya ini menimbulkan pertanyaan: apakah hasil akhir itu yang menentukan proses, ataukah proses yang menentukan hasil akhir? Saya khawatir, kalau hasil akhir sudah ditentukan, maka proses akan direkayasa melayani pencapaian hasil yang sudah ditentukan. Maka prinsip kasih, kebebasan, keadilan dana kebenaran dalam dialog tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
11.Dalam masalah dialog Jakarta-Papua, saya cenderung menekankan pada prosesnya. Dalam proses itu masalah masalah mendasar diurai dan substansi masalah dirumuskan. Yang paling substansial dalam proses situ adalah menemukan masalah bersama serta langkah pemecahannya. Tentu seperti ditekankan Dr.Tebay, kita merajuk prose situ dalam “ prespektif perdamaian”.
12.Pada akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa kehadiran buku Dr.Tebay menyajikan sebuah prespektif baru dalam melihat masalah konflik Papua, yaitu menempatkan masalah itu dalam prespektif kemanusiaan. Dan ketika harkat kemanusiaan manusia menjadi poros pergulatan atas masalah itu, maka catatan reflektif saya adalah, bahwa Tuhan sedang berkarya untuk membawa masalah kemanusiaan orang Papua ke titik akhir, agar orang Papua mengalami, apa yang dikatakan Dr.Tebay, “cinta kasih, kebebasan, keadilan dan kebenaran”.

Pdt. Herman Saud, S.Th
1.Pertama-tama saya menyampaikan terimakasih kepada Pastor Dr.Neles Tebay, STFT dan SKP Keuskupan Jayapura yang memberikan kepada saya kesempatan dan kepercayaan untuk ikut membahas buku: Dialog Jakarta-Papua.
2.Saya sudah membaca isi buku tentang dialog Jakarta-Papua dan sangat terkesan tentang berbagai pandangan Pastor mengenai dialog. Ada 15 pokok yang dibahas di dalam buku ini tentang dialog. Dari 15 pokok yang dibahas, saya hanya memilih tiga pokok saja, yaitu, 1) perlunya dialog, 2) alasan-alasan dialog yakni karena sumber konflik yang ada di Papua dan adanya kesediaan atau kemauan untuk berdialog, baik dari Jakarta maupun dari orang-orang Papua, 3) tujuan untuk mengadakan dialog, supaya menciptakan Papua Tanah Damai untuk menjadi tekanan pembahasan saya.
3.Setelah membaca buku ini timbul kesan, 1) bahwa pastor Neles melihat dialog masih sanagt dibutuhkan sebagai salah satu solusi terbaik untuk menuntaskan sumber konflik di Papua dengan pemerintah pusat, disamping solusi pertama yaitu OTSUS yang sudah gagal diimplementasikan. Karena itu saya memang memuji Pastor atas kesetiaan dan ketaatan memperjuangkan sesuatu yang diyakini benar, walaupun tidak begitu mudah untuk direalisasikan. Dan memang, itulah pekerjaan Pastor. 2) bahwa pastor Neles adalah salah satu diantara manusia Papua yang berseru-seru di padang guru, tetapi tidak ada orang yang mau mendengar dan menanggapinya, baik pemerintah pusat maupun orang Papua sendiri.
4.Mengamati sikap pemerintah pusat sejak kejatuhan Soekarno atau barangkali sejak integrasi Mei 1963 terhadap orang-orang Papua, maka dialog dengan pemerintah pusat tidak perlu, karena kita akan membuang waktu dan tenaga untuk itu, yang hasilnya nihil. Yang sangat perlu adalah dialog diantara masayarakat di tanah Papua sendiri karena:
a.Dari pihak pemerintah, tidak akan bersedia melakukan dialog dengan orang-orang Papua, sebab Pemerintah merasa orang Papua tidak terlalu penting. Ada alas an bagi pemerintah untuk menganggap orang papua tidak penting, a) ada kebanggaan tersendiri dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, bahwa Indonesia merdeka dari hasil perjuangan yang gigih mengusir penjajah Belanda selam 350 tahun, mengusir penjajah Jepang dengan bamboo runcing, kemampuan mengalahkan pemberontak-pemberontak dalam negeri ( Kartosuwiryo, PRRI/PERMESTA dan penumpasan G 30 S/PKI. Pengalaman sejarah yang panjang ini menjadi alasan bagi pemerintah pusat yang masih dipengaruhi oleh militer untuk tidak akan bersedia menerima suatu dialog dengan orang Papua. b) disamping pengalaman sejarah, ada juga kebanggaan mayoritas ras dan agama ikut mempengaruhi pandangan dan sikap pemerintah Pusat untuk tidak berdialog dengan orang Papua. c) bahwa kesempatan dialog telah diberikan kepada orang Papua melalui tim 100, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik untuk berdialog, tetapi menyatakan kemerdekaan Papua. hala ini merupakan batu sandungan besar bagi pemrintah pusat untuk mendengar dan menerima dialog dalam bentuk apapun. d) diplomasi pemerintah Indonesia diluar negeri yang masih cukup kuat yang membuat pemerintah memandang enteng masalah Papua sebagai masalah dalam negeri yang mudah diatasi dengan berbagai cara.
b.Dari pihak orang Papua, timbul pertanyaan siapa yang mewakili orang Papua. atau orang papua siapa yang mau berdialog dengan pemerintah pusat. Sebagian besar orang Papua, tidak jelas posisi dan identitas ke-Papua-annya. Mereka hanya mengeja uang dan kedudukan, sehingga muda diperdaya. Tidak ada sikap menghargai diri dan identitas sendiri. Kelompok apapun yang dibentuk di Papua ini, ujung-ujungnya juga uang, alaupun berteriak “merdeka”. Dengan sikap seperti ini, kebanyakan orang Papua tidak merasa penting dialog itu. Apalagi sekarang dengan pemekaran propinsi dan kabupaten/kota, maka rasa harga diri dan jati diri Papua sudah tidak ada. Yang ada hanya pribumi menurut suku-suku. Papua diluar negeri tentu tidak diterima pemerintah pusat.
5.Berdasarakan alas an-alasan diatas, maka menurut pendapat saya bahwa harapan untuk menciptakan dialog dengan pemerintah pusat dengan orang papua adalah sesuatu yang sangat sulit dilaksanakan. Apalagi didalam buku ini diusulkan supaya pemerintah pusat mengambil inisiatif mengadakan dialog dengan orang Papua merupakan sesuatu yang mustahil terjadi. Kecuali ada suatu kekuatan dari luar yang mendesak pemerintah pusat untuk harus berdialog dengan orang Papua. Jika tidak ada dialog maka Papua akan pisah dari NKRI, barulah pemerintah bisa tergerak untuk berdialog dengan orang Papua.
6.Bahwa dialog tetap dilaksanakan tetapi itu dilaksanakan di tanah Papua. Untuk membangun kembali kesadaran terhadap harga diri dan jatih diri sendiri sebagai orang Indonesia asli Papua, sama seperti orang Indonesia asli asal jawa, sunda,batak,NTT,NTB, Dayak, minahasa,dll. Identitas seperti inilah yang harus dibangun supaya kita bisa eksis dinegeri ini. Didalam dialog diantara sesama orang Papua itu, kita perlu menilai apakah konflik-konflik yang terjadi di Papua ini memang murni ditimbulkan oleh orang Papua karena ingin merdeka atau ada unsur-unsur rekayasa dari pihak lain. Di dalam dunai yang menglobal ini, saya mengharap sesuatu dari pemerintah pusat yang kebanyakan peneyelenggaranya sendiri tidak menegrti statusnya sebagai pemimpin pemerintah Negara, maka adalah suatu pemborosan waktu, tenaga dan dana. Sebab bagi saya kita belum memiliki pemerintah yang sungguh-sungguh konsisten memimpin dan mengayomi seluruh warga Negara dan seluruh tumpah darah Indonesia menurut UUD’45. Pemerintah kita sekarang ini pemerintah golongan dan pemerintah proyek. Jadi sangatlah sulit mengharapkan sesuatu dari pemerintah yang demikian. Alangkah baiknya rakyat Papua bekerja sendiri untuk menciptakan kebaikan bagi diri dan lingkungannya sendiri tanpa mengaharapkan banyak dari pemerintah dan tanpa melakukan hal-hal yang melanggar hukum.
7.Kemudian setelah berdialog dengan semua orang Papua, maka perlu juga dibangun dialog atau diskusi dengan saudara-saudara kita dari luar Papua yang sudah lama hadir dan hidup ditanah Papua. bagaimana membangun pemahaman bersama untuk merasa memiliki tanah Papua ini dan merasa solider dengan penduduk Papua. membangun kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari orang-orang Papua, meskipun mereka berkulit sawo matang dan berambut lurus. Membangun kesadaran untuk memiliki dan solider diantara sesama warga masyarakat di Papua ini bagi saya sangat penting. Dan tema dialog diantara warga masyarakat adalah MENCIPTAKAN PAPUA TANAH DAMAI UNTUK DI DIAMI OLEH SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA DAN SETIAP INSAN MANUSIA. Jikalau kita sudah mampu membangun Papua ini menjadi Tanah Damai melalui dialog antar warga masyarakat, maka suasana damai dan aman akan tercipta bagi semua orang yang diam diatas tanah ini, tanpa rasa takut dan tanpa curi terhadap satu sama lain, maka Papua sudah merdeka dari pada daerah-daerah Indonesia lain.
Budi Setyanto
Dialog Jakarta-Papua Bisakah?
Pengantar
Buku Sdr.Neles merupakan buku yang layak untuk dibaca oleh banyak orang karena: 1) buku ini membuka wacana berpikir dan sekaligus mengajak bagi setiap orang Papua dan pemerintah Indonesia untuk mencari alternative penyelesaian konflik structural yang bersifat laten dan telah berlangsung lama antara orang Papua dengan pemerintah republic Indonesia. 2) buku ini berisi masalah-masalah subbstansial yang terjadi di Papua, padat, akurasi datanya bisa dipertanggungjawabkan dan cukup muda dimengerti. 3) untuk itu secara pribadi dan institusi ICS Papua saya memberikan apresiasi dan salut kepada Sdr.Neles Tebay yang telah menyusun buku ini.
Pandangan Terkait Dengan Pentingnya Dialog Konflik Di Papua
Dialog konflik Papua memang mengharuskan prasyarat bahwa kedua belah pihak harus memahami dan sadar akan pentingnya dilaksanakan dialog, untuk ituperlu dipertanyakan hal-hal sebagai berikut: 1) apa yang menjadi keuntungan dan kerugian bagi orang Papua jika dilakukan dialog dirasa penting. 2) apakah keuntungan-keuntungan tersebut nantinya dapat dirasakan oleh kebanyakan orang Papua atau segelintir orang Papua saja. 3)adakah jaminan bahwa orang Papua akan menikmati keuntungan tersebut berlangsung lama atau permanen dari generasi ke generasi (jaminan konstitusi). 3)apakah pentingnya dialog di Papua dapat di pahami dan dimengerti secara sadar oleh seluruh orang Papua dan bukan oleh actor-aktor yang representasinya dipertanyakan. 4) apakah otsus yang baru berjalan 7 tahun sudah bisa dijadikan sebagai aspek penting untuk menentukan pentingnya dilaksanakan dialog konflik di Papua.


Pandagan Terkait Dengan Adanya Kemauan Berdialog
Dialog dalam suatu konflik membutuhkan kemauan yang kuat dari kedua belah pihak dan bisa dikatakan sebagai prasyarat mutlak untuk suksesnya dialog. Dalam konteks ini muncul beberapa pertanyaan yang harus dijawab: a) sudah kemauan berdialog bagi orang Papua telah mengkristal, dalam pengertian apakah semua elemen orang Papua menginginkan atau memiliki kemauan untuk melaksanakan dialog. Sudahkah keinginan tersebut dirumuskan secara tertulis dan perna ditawarkan kepada pihak yang hendak diajak dialog. b) demikian juga dari pemerintah sudahkah pemerintah menawarkan dialog nasional dengan orang Papua.
Pertanyaan selanjutnya bisakah indicator-indikator yang ditulis dalam buku ini dapat diakui secara konsisten oleh masing-masing pihak dan penerusnya terkait dengan kemauan berdialog seperti; Dari pihak pemerintah; 1) komitmen Presiden SBY terkait dengan pendekatan damai, kasih sayang, demokratis. 2) komitmen Menlu R.I terkait dengan niat pemerintah Indonesia mengutamakan solusi tanpa kekerasan dalam mengatasi konflik di Papua. 3) komitmen DPR R.I terkait dengan statement Theo L. Sambuaga untuk penyelesaian Papua melalui dialog nasional dan local. 4) komitmen DPD dengan statement La Ode Ida Dialog Nasional tentang Papua perlu dilaksanakan. 5) pertanyaannya bagaimana dengan komitmen Militer ? Dari masyarakat Papua; 1) statement orang Papua akan kesadaran untuk meninggalkan kekerasan dalam upaya penyelesaian konflik. 2) statement Organisasi Papua Merdeka terkait OPM berdialog dengan Indonesia. 3) lembaga-lembaga keagamaan, terkait dengan perjuangan melalui perudingan dam diplomasi dengan cara demokratis. 4) organisasi masyarakat sipil yang meminta agar dialog untuk mengakhiri konflik di Papua.
Pandangan Terkait Dialog Tidak Membahas Kemerdekaan Papua
Konflik Papua merupakan konflik politik yang bersifat structural antara pemerintah Indonesia dengan orang Papua sejumlah pertanyaan mendasar jika dialog tidak membahas isu merdeka ialah: 1) bisakah seluruh elemen orang Papua menerima dialog tanpa mempersoalkan masalah politik dasarnya (Tuntutan Kemerdekaan). 2) jika jawabnya bisa, maka pertanyaan selanjtnya bisakah penerimaan itu dijadikan dasar sebagai legitimasi representasi orang Papua secara keseluruhan. 3) bisakah penerimaan sebagaimana dimaksud diatas dapat tersosialisasi pada generasi berikut.
Pandangan Terkait Dengan Pemerintah Mesti Meyakinkan Orang Papua
1)Yakinkah pemerintah R.I akan memberikan peluang melakasanakan dialog secara serius.
2)Jika pemerintah tidak memberikan peluang berdialog, akankah orang Papua akan selalu menunggu d n beranikah orang Papua mengajak pemerintah melakukan dialog.
3)Apakah kesiapan orang Papua melakukan dialog damai mengaharuskan prasyarat untuk diyakinkan.
Hal-Hal Penting Agar Dialog Bisa Dilaksanakan
Beberapa factor penentu agar dialog ini bisa terlaksana adalah:
1)Saya sependapat dengan Sdr. Neles bahwa diantara orang Papua ada titik temu terkait dengan pandangan pentingnya dialog, adanya kaesatuan pandangan dialog untuk kemanusiaan (meninggalkan masalah politik) dan adanya rumusan/draft alternative capaian yang akan ditawarkan dalam dialog. (dilakukan pada tahap pra dialog).
2)Adanya tim penghubung yang dapat diterimma oleh kedua belah pihak, (dilakukan pada tahap mediasi)
3)Perumusan hasil dialog dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang terinci dan jelas.
4)Pengawasan pelaksanaan hasil dialog oleh tim gabungan keduabelah pihak.

Selasa, 13 Januari 2009

Wagub Panggil Bupati Puncak Jaya

Ditulis Oleh: Nabas/Papos
Rabu, 14 Januari 2009

http://papuapos.com
Alex Hesegem SE
SENTANI (PAPOS) -Wakil Gubernur Provinsi (Wagub) Papua Alex Hesegem SE, meminta kelompok TPN, OPM yang menyerang di Pos Polisi (Pospol) Tingginambut di Kabupaten Puncak Jaya segera mengembalikan barang jarahan berupa 4 pucuk senjata melalui pemerintah setempat atau melalui Gereja sebelum dilakukan penyisiran oleh TNI/Polri.

Untuk itu, Alex, akan segera memanggil Bupati Puncak Jaya untuk melakukan koordinasi terhadap peristiwa yang terjadi diwilayah tersebut dan kalau bisa pemerintah setempat yang harus mencari solusi terbaik.

Selain itu, menurut Alex, pemerintah di Provinsi akan melakukan peretemuan dengan berbagai satuan instansi untuk mengkordinasikan masalah tersebut agar cepat diatasi, sehingga tidak membuat masalah menjadi berlarut-larut.

Pasalnya bila tidak dikembalikan segera, pihak TNI Polri akan melakukan pengejaran yang dikuatirkan jangan sampai menelan korban jiwa warga masyarakat yang tidak mengetahui persoalan.

"Saya tidak mau melihat masalah ini berlarut-larut, seperti ini karena akan menimbulkan perselisihan antara masyarakat dan pemerintah," pungkasnya.(nabas)