Rabu, 10 Desember 2008

PBHI dan Front PEPERA Papua Barat Deklarasikan “Tanah Papua Zona Darurat

PBHI dan Front PEPERA Papua Barat  Deklarasikan “Tanah Papu Zona Darurat

PBHI dan Front PEPERA Papua Barat Deklarasikan “Tanah Papu Zona Darurat

Jakarat -PBHI desk Papua dan Front PEPERA Papua Barat menyerukan mulai 6 Desember 2008, Tanah Papua dalam kondisi darurat. Mereka mendesak pemerintah SBY-JK selesaikan masalah Papua secara Konprehensif, demokratis dan bermartabat.

“PBHI desk Papua dan Front PEPERA PB merasa situasi telah mengancam hak hidup orang Papua, oleh karenanya perlu dilakukan sebuah Deklarasi Kemanusia. Solidaritas tanpa batas diperlukan bagi penyelamatan dan tuntutan hak hidup Rakyat Papua,” ujar juru bicara KANRPB, Viktor Kagoya kepada Opiniindonesia.com usai koprensi pers di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Sabtu (6/12).

Menurut Viktor, para pemuda dan mahasiswa Papua yang berada di Jakarta, Bali, dan Jawa serta PBHI desk Papua menuntut pemerintah SBY-JK untuk meninjau kembali pelaksanaan Papera tahun 1969, karena dianggap cacat hukum, tidak demokratis dan melanggar HAM.

“Kami menuntut pemerintah SBY-JK untuk melakukan peninjauan ulang atas Papera tahun 1969, karena tidak diikuti oleh seluruh rakyat Papua Barat,” ujar Viktor.

Menurut aktifis mahasiswa Papua ini, Papera yang waktu itu diadakan hanya melibatkan sedikit perwakilan rakyat Papua, tidak melibatkan seluruh rakyat. Akibat tidak tuntasnya Papera waktu itu, menurut dia, rakyat Papua mengalami ketidakadilan yang terus-menerus hingga sekarang. (yn)

Mahasiswa dan Pemuda Papua Merasa Terancam

Mahasiswa dan Pemuda Papua Merasa Terancam

Mahasiswa dan Pemuda Papua Merasa Terancam

Jakarta - Para mahasiswa Papua yang sedang menimba ilmu di Bali, Jawa, Jakarta, dan Bandung merasakan dirinya tidak aman. Setiap hari selalu ada tekanan dan intimidasi dilakukan oleh pihak aparat keamanan terhadap para mahasiswa dan pemuda Papua..

Peristiwa penangkapan salah seorang aktifis di Papua, Otinus Tabuni 9 Agustus, disusul kemudian panangkapan terhadap 16 aktivis mahasiswa dan pemuda Papua di Jayapura pada 20 Oktober 2008. Kasus terakhir, penangkapan Buktar Tabuni oleh aparat Polda Papua, 1 Desember.

“Semua tindakan itu menunjukan pola kekerasan masih dilakukan dalam mengakhiri konflik vertical antara rakyat Papua versus pemerintah Ri,” ujar Juru Bicara KANRPB. Wens Deowai kepada Opiniindonesia.com usai konprensi pers dan deklrasi “Tanah Papua: Zona Darurat” di TIM Jakarta, Sabtu (6/12).

Menurut pengakuan mahsiswa Papua yang kuliah di Universitas Udayana ini, kasus-kasus kekerasan yang dilakukan aparta kemanan terhadap mahasiswa dan pemuda Papua, menunjukan represi dan intimidasi serta terror terus berlangsung, terutama pasca deklarasi Internasional Parliamentarians for West Papua di London Inggris.

“Pola lama model Orde Baru diperlihatkan kembali oleh regime SBY-JK untuk mengamankan posisi politik mereka sambil mengorbankan rakyat Papua Barat,” tandas Wens Deowai.

Tindakan represi dan intimidasi dirasakan oleh para pemuda dan mahasiswa, baik yang ada di Papua maupun di Jawa dan Bali. Intimidasi dilakukan oleh pihak-pihak aparat keamanan, setelah para pemuda dan mahasisa Papua melakukan aksi pada 15 – 17 OKtober 2008 lalu. “Perlakuan intimidasi, represif dan terur kami rasakan di setiap kota tempat kami kuliah,” ujar Wens Edowai.

“Kami juga merasakan tindakan refresir terjadi pada teman-teman di Bandung, mahasiswa asal papua selalu diawasi dan diikuti oleh aparat keamanan,” ujar Heni Lani, mahasiswa yang kuliah di Bandung.

“Pasca reformasi 1998 penguatan demokrasi tidak terjadi dengan sempurna sehingga Pemerintah RI kembali pada pola-pola fasisme negera seperti yang dilakukan para zaman Orde Baru,” tandas Wens Edowai. (yn)

Selasa, 09 Desember 2008

Tragedi Abe Berdarah Diperingati Dengan Orasi

JAYAPURA-Puluhan massa yang tergabung dalam Solidaritas untuk Korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Minggu (7/12) memperingati Kasus Abepura berdarah yang terjadi 7 Desember 2000,

Peringatan yang berlangsung di lingkaran Abepura yang berlangsung dari pukul 16.00 hingga 18.15 WIT, diisi dengan orasi serta penyalaan obar yang dilakukan oleh 8 orang. Dalam orasi yang dilakukan secara bergantian, pada intinya mereka menyayangkan belum adanya keadilan terhadap para korban tragedi 8 tahun yang lalu.

Sementara itu pnanggungjawab kegiatan Penehas lokbere dalam orasinya menyatakan, dalam dalam putusan sidang di Makassar (8-9) 2005, majelis hakim mengabaikan hal-hal subtansial dalam upaya penegakan keadilan dan tidak mengakomodir hak-hak korban untuk mendapatkan keadilan.

Dalam kesempatan itu massa yang tergabung dalam Solidaritas Untuk Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menyampaikan 4 poin pernyataan sikap yaitu pertama mendesak DPRP bersama Gubernur segera membuat Perdasus tentang hak reparasi dan perlindungan bagi korban pelanggaran HAM di Tanah Papua. Kedua segera membentuk pengadilan HAM di Papua.

Ketiga mendesak pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan penuntutan kepada perwakilan Komnas HAM di Papua dan Keempat mendesak DPRP dan MRP untuk mendorong sebuah evaluasi resmi atas kebijakan keamanan di Papua, menolak pasukan organik dan non organik serta rasionalisasi jumlah Aparat organic (TNI/Polri) di tanah Papua.

Setelah membacakan pernyatakan sikapnya, sekitar pukul 18.15 WIT, massa meninggalkan lingkaran Abepura. (cr-153).

Sabtu, 06 Desember 2008

Waspadai Kepulangan ‘Eks Separatis’

Ditulis Oleh: Ant/Papos
Sabtu, 06 Desember 2008

http://papuapos.com
TIBA : Yunus Wanggai bersama Putrinya Anike Wanggai tiba di bandara Soekarno Hatta - Cengkareng, Sabtu (29/11) lalu
Jakarta (PAPOS)– Tiga aktivis mahasiswa dari Kelompok Cipayung, mengingatkan pemerintah mewaspadai gelombang kepulangan para eks separatis atau orang-orang yang pernah minta suaka politik di luar negeri, karena dikuatirkan jangan sampai kepulangan mereka merupakan bagian dari skenario asing untuk merusak kondisi di tanah air dari dalam.

Ketiga aktivis tersebut, masing-masing mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kenly Poluan, mantan Sekjen Presidium Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Donny Lumingas, dan mantan Ketua Umum DPP Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Emmanuel Tular. Selain itu juga mereka, mengingatkan para pihak tertentu, agar jangan menjadikan para 'eks separatis' Papua sebagai alat untuk naik pangkat atau mendapatkan proyek tertentu.

"Dalam dua bulan terakhir, kami memonitor adanya pengumuman di berbagai media massa mengenai kembalinya warga Papua yang sempat 'lari' ke negara tetangga Papua New Guinea (PNG) atau yang sempat minta suaka politik ke Australia," ujar Kenly Poluan seperti dirilis dari Antara, tadi malam (Jumat 5/12).

Ia dan Donny Lumingas menyorot kritis kegiatan tersebut, karena ada indikasi, atau dugaan kuat, 'proyek' ini dulu sempat dijadikan alat untuk cari keuntungan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.

"Bagi kelompok tertentu, ini biasa dipakai untuk mendapat kenaikan pangkat, karena dianggap berhasil menjalankan operasi di wilayah perbatasan RI-PNG. Tetapi di pihak yang lain, ini proyek dengan nilai rupiah bahkan dolar menggiurkan. Itu indikasi kuat yang kami nilai," kata Donny Lumingas.

Sementara itu, Emmanuel Tular juga mengingatkan, agar kepulangan para 'eks separatis' atau mereka yang terlanjur minta suaka politik di luar negeri, harus ditangani lebih cermat, jangan sampai hal ini hanya akan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu sesuai skenario dan agenda asing.

Ketiganya juga minta pemerintah bersama instansi berkompeten, agar tidak mudah percaya atas berbagai kejadian itu, tetapi tidak pula bersifat kaku untuk menerima kembali warga yang sungguh-sungguh mau bergabung dengan Republik Indonesia.(nas/ant)

BMP Kecam Pendiskreditkan NKRI

Ditulis Oleh: Lina/Papos
Sabtu, 06 Desember 2008

http://papuapos.com
Ramses Ohee
JAYAPURA (PAPOS) –BMP (Barisan Merah Putih), mengecam ulah pihak-pihak yang mengatasnamakan organisasi seperti DAP (Dewan Adat Papua), KNPB (Komite Nasional Papua Barat), ONPB (Ototitas Nasional Papua Barat) yang selama ini mendiskreditkan NKRI dan memprovokasi masyarakat.

“Kami minta tindakan sekelompok organisasi yang telah memprovokasi masyarakat agar segera dihentikan, karena itu adalah upaya untuk memisahkan Papua dari NKRI,” kata Ketua BMP Ramses Ohee kepada wartawan usai acara pembacaan pernyataan BMP kepada wartawan kediamannya, Jumat (5/12).

Sekelompok organisasi tersebut lanjut dia, telah memutarbalikan fakta dengan pernyataannya seakan pemerintah negara Vanuatu, Newzeland dan anggota parlemen dan lain-lain sebagainya mendukung untuk penentuan nasib bagi Papua Barat.

Menurutnya, pernyataan itu pernyataan yang menyesatkan karena sampai saat ini pemerintah Newzeland, tidak pernah mengeluarkan surat dukungan secara resmi kepada organisasi Papua Merdeka (OPM).

Bahkan pelaksanaan Pepera 1969 yang dinyatakan cacat, dan meminta PBB mengakui kemerdekaan Papua Barat pada tanggal 1 Desember 1961, oleh sekelompok organisasi tersebut juga merupakan pernyataan yang salah, karena pada tahun 1969 rakyat Papua telah memutuskan untuk bergabung dengan NKRI.

Ramses mengatakan, pernyataan bahwa Papua Barat merupakan tanah darurat adalah pembohongan publik yang cenderung tendensius, karena status tanah Papua berstatus tertib sipil dan situasi Papua hingga saat ini aman dan kondusif.

Untuk itu BMP sebagai barisan yang peduli terhadap tanah Papua dan juga NKRI meminta kepada TNI/Polri agar menindak tegas tokoh perorangan maupun kelompok yang selama ini telah mengeluarkan statement anti republik Indonesia, yang menyatakan suatu pernyataan pilitik dalam memisahkan diri dari NKRI.

“Aksi sekelompok massa yang berlangsung pada tanggal 1 Desember di makan Theys juga merupakan aksi Makkar,” terang Ranses lagi.

Dikatakan, BMP dalam situasi apa pun siap mempertahankan Papua agar tetap bersatu dengan NKRI, meski ada upaya sekelompok orang yang ingin memisahkan Papua dari NKRI.

“Silahkan jika ada organisasi-organisasi yang mau menentang NKRI, atau mau memisahkan Papua dari NKRI, kami BMP siap melawan mereka,” ucap Ramses Ohee.

Sebagai anak-anak Papua, BMP, kata Ramses telah bertemu sekelompok organisasi tersebut membicarakan tentang keinginan mereka memisahkan diri dari NKRI, namun mereka tetap pada pendapatnya yang menginginkan Papua tetap merdeka.(lina)

Bucthar Tetap Diperiksa

Ditulis Oleh: Islami/Papua Pos
Sabtu, 06 Desember 2008
JAYAPURA (PAPOS)- Ketua International Parlement for West Papua (IPWP) Dalam Negeri, Bucthar Tabuni yang diperiksa Jumat (5/12) kemarin, menolak saat diperiksa penyidik terkait kasus penghasutan massa pada demo di Expo Waena 16 Oktober lalu. Penyidik Direktorat Polda Papua telah menetapkan Bucthar sebagai tersangka dalam kasus tersebut. "Bucthar sudah diperiksa sebagai saksi dalam demo 16 Oktober lalu di Expo Waena dan sekarang sudah ditingkatkan statusnya sebagai tersangka. Sayangnya hingga saat ini belum mau diperiksa,"kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Polisi Agus Rianto ketika ditemui wartawan di Mapolda Papua, kemarin.

Kombes Rianto menyampaikan, mau tidaknya atau bicaranya saat diperiksa penyidik telah menjadi hak Bucthar, hanya saja penyidik tetap membuat berita acara yang menerangkan bahwa Bucthar Tabuni tidak mau diperiksa penyidik Polda Papua terkait kasus penghasutan massa dalam demo 16 Oktober lalu.

Padahal masyarakat Papua meminta agar Polda Papua segera mengusut tuntas kasus di Papua."Katanya Polda suruh mengusut tuntas kasus di Papua, tapi Bucthar sendiri tidak mau diperiksa dan itu sudah menghambat tugas polisi dalam mengusut kasus,"terang Kabid Humas.

Walaupun demikian, jelas Agus, Polisi tetap menindaklanjuti kasus tersebut hingga tuntas dan apapun alasannya Polisi telah menyiapkan pasal 106 KUHP tentang penghasutan massa "Kita tetap akan mengusut tuntas kasus tersebut," ujarnya.(islami)

Pedagang Asli Papua Menanti Jawaban

Ditulis Oleh: Islami/Papos
Sabtu, 06 Desember 2008

JAYAPURA (PAPOS)- Mama-mama pedagang asli Papua, kini menanti jawaban soal kepastian mengenai tempat yang layak dan permanen untuk berjualan di tengah Kota Jayapura, namun hingga kini kepastian itu belum juga diberikan oleh pemerintah Kota Jayapura maupun Provinsi Papua.

Pemerintah dinilai tidak ada kebijakan nyata dan sistematis yang memihak, melindungi dan memberdayakan mama-mama pedagang asli Papua tersebut, baik dalam hal permodalan, keterampilan, berwirausahan dan infrastruktur pasar yang memadai.

Dalam konfrensi persnya bersama perwakilan 479 mama-mama Papua yang sering berjualan di Pasar Ampera dan Galael, Ketua Kontras Papua Harry Maturbongs SH mengatakan, tindakan pemerintah terhadap mama-mama pedagang asli Papua tersebut seakan-akan memperlihatkan tidak adanya keberpihakan terhadap orang asli Papua di bidang ekonomi, marjinalisasi dan diskriminasi terhadap orang asli Papua.

“Mama-mama Papua ini seakan-akan disengaja untuk disingkirkan dari aktivitas ekonomi perkotaan selama ini. Bahkan, mama-mama ini berkali-kali mengalami pergusuran dan dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya dengan alasan merusak pemadangan kota,” ujar Harry Maturbongs kepada wartawan dalam konfrensi pers di Keuskupan Jayapura, Jumat (5/12) kemarin.

Menurutnya, permasalahan yang dialami mama-mama pedagang asli Papua yang berjualan di Kota Jayapura ini telah disampaikan kepada pemerintah Kota Jayapura maupun Provinsi Papua.

Namum hingga kini belum ada kebijakan yang nyata dari pemerintah. Maka dari itu, dirinya berharap agar antara pemerintah Kota Jayapura dan Provinsi Papua dapat saling berkoordinasi.

Hal senada dilontarkan Laurina Monim salah satu mama yang sehari-harinya berjualan di Pasar Ampera, dimana ia bersama pedagang lainnya selama ini kesulitan mendapatkan bantuan dari pemerintah khususnya melalui bidang perbankan.

Selain tidak memiliki akses, juga tidak ada perhatian dari pemerintah.

Begitu juga dengan Juliana Douw yang sehari-hari berjualan di depan Swalayan Galael Jayapura mengatakan, dirinya bersama pedagang lainnya pernah mengambil modal usaha di Koperasi Provinsi Papua, namum pengambilan tersebut dipotong tanpa adanya penjelasan.

“Kami ajukan Rp.200.000 dan dipotong 10 persen menjadi Rp.180.000, sehingga kami tidak mengajukan pinjaman ke koperasi lagi,” ucapnya.(islami)