Selasa, 14 Oktober 2008

Kibarkan Bintang Kejora Karena Kecewa






*Dewan Fasilitasi Pemulangan 2 Mantan Tapol Kasus Wamena
JAYAPURA- Setelah bulan September lalu dua Tahanan Politik (Tapol) dibebaskan, maka 9 Oktober lalu giliran dua orang lagi Tapol yang dibebaskan dari Lembaga Permasyarakatan (LP) Abepura. Mereka masing - masing bernama Herry Aso (28) dari Wamena dan Gustaf Ayomi dari Manokwari.
Dua orang itu kemarin datang ke Komisi F DPR Papua meminta untuk difasilitasi pulang ke daerahnya masing-masing. Keinginan itu langsung ditindak lanjuti Komisi F dengan menggelar pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi F Ir Weynand Watori, dihadiri sejumlah anggotanya di ruang rapat Komisi F.
Dari pertemuan itu, disepakati bahwa Komisi F akan menfasilitasi pemulangan dua mantan Tapol yang dibebaskan bersyarat itu ke kampung halamannya.
"Jadi kedua orang ini akan dikembalikan ke tengah - tengah keluarganya oleh Komisi F, dan kami sudah berbagi tugas untuk itu," ujar Weynand usai pertemuan kepada Cenderawasih Pos.
Pengakuan Herry Aso dan Gustaf Ayomi bahwa mereka dijebloskan ke penjara karena terlibat kasus pengibaran bendera bintang kejora di kantor DPRD Jayawijaya pada 7 Juni tahun 2003 lalu. Ketika itu mereka melakukan aksi demo memprotes proses kasus pembongkaran gudang senjata di Makodim Jayawijaya dan meminta dialog dengan anggota dewan setempat, tetapi tidak ditanggapi. Sebagai buntut dari kekecewaannya terhadap sikap DPRD Jayawijaya, akhirnya mereka mengibarkan bendera Bintang kejora. "Ketika itu kami terpaksa mengibarkan bendera karena aspirasi kami tidak didengar oleh dewan," kata Gustaf.
Bersama tiga orang lainnya masing-masing Wilhelmus Asso, Majus Togoli dan Jean Hesegem yang sudah bebas sejak September lalu, Herry dan Gustaf kemudian ditangkap dan diadili. Dari 5 orang itu ketika itu hanya tiga orang yang diadili di LP Gunung Sari Makassar, sedangkan dua lainnya yakni Wilhelmus dan Majus diadili di Wamena. "Kami bertiga waktu itu diproses dan dipenjara di Makasar," katanya.
Selama 2,5 tahun Jean, Herry dan Gustaf tinggal di Hotel Pordeo di Gunung Sari Makassar, dan tahun 2007 lalu dipindahkan di LP Abepura. "Tetapi sebelum di sel di Makassar kami sudah lebih dulu disel di Jayapura baru kemudian pindah ke Makassar," tukas Herry.
Baik Herry maupun Gustaf, kendati sudah dibebaskan, keduanya tetap merasa belum bebas karena kebabasan mereka masih bersyarat, sehingga setiap minggu harus melaporkan diri ke Mapolres setempat, maklum pembebasannya bersyarat. "Kami memang sudah keluar dari penjara, tetapi kaki kami sebelah masih di LP," kata Gustaf.
Sedianya kata Weynand, mereka divonis 10 tahun penjara, tetapi karena mereka bersikap baik selama ditahan dan mendapat kebijaksanaan, maka masa tahanan mereka hanya 5 tahun.
Weynand mengharapkan agar keduanya bisa kembali berasimilasi dengan masyarakat sekelilingnya dan bisa hidup dan berperilaku lebih baik lagi. Ia juga meminta pemerintah setempat untuk memberikan perhatian kepada mantan Napi itu agar mampu mengembangkan diri sehingga bisa hidup mandiri dan sejahterah dimasa depan.(ta)

Tidak ada komentar: